Esensi

TREN UANG SEMESTER YANG NAIK TIAP TAHUN MENANDAKAN KURANG KREATIFNYA PIHAK KAMPUS  DI INDONESIA

Ada sebanyak 30 kampus di Indonesia yang mengalami tren kenaikan UKT semester tiap tahunnya. Mungkin udah saatnya gak sih, pihak kampus harus lebih kreatif lagi dalam mencari pemasukan alternatif, kan gak apple to apple kalo biaya operasional kampus harus ditanggung oleh uang kuliah mahasiswa.

title

FROYONION.COM - Belum lama ini, Harian Kompas menerbitkan laporan yang berisi bahwa sebanyak 30 kampus di Indonesia mengalami tren kenaikan uang kuliah semester, tentu kenaikannya begitu sulit diimbangi oleh peningkatan gaji masyarakat.

Dalam laporan tersebut, kenaikkan biaya kuliah per-tahun itu mencapai 1,3% untuk kampus negeri (PTN) dan 6,96% untuk kampus swasta (PTS) dan bahkan mengalahkan laju naiknya pendapatan lulusan SMA (3,8%) maupun pendapatan para sarjana yang naik sebanyak (2,7%). Hmm, pantes aja adek semester gw selalu adu nasib UKT-nya lebih tinggi ketimbang gw.

Namun, ini menjadi hal yang begitu serius terutama bagi anak muda Indonesia yang memiliki keterbatasan finansial namun harus berjuang untuk mendapatkan akses pendidikan yang bagus. Terlepas dari kenyataan itu semua, yang menjadi pertanyaan ialah mengapa biaya kuliah terus meningkat secara pesat setiap tahunnya?

BIAYA OPERASIONAL ATAU PENGELUARAN KAMPUS SEMAKIN MAHAL

Menurut Elisabeth Rukmini, seorang Manajer Pengembangan Strategis di Binus University, naiknya UKT ini berkaitan erat dengan meningkatnya biaya operasional yang harus dikeluarkan pihak kampus tiap tahunnya.

Kira-kira apa aja sih pengeluaran kampus sehingga membuat biaya kuliah semakin mahal? dilansir dari theconservation.com, Elisabeth Rukmini mengatakan bahwa ada dua hal yang membuat pengeluaran kampus membengkak, yaitu sumber daya manusia (gaji dosen), dan sarana dan prasarana (alat praktikum hingga langganan jurnal). Pengeluaran dari dua hal tersebut dapat mencapai sekitar 85% dari anggaran.

Wajar sih, soalnya pihak kampus juga harus berbenah dan meraih predikat 'kelas dunia'. Namun, sejalan dengan ambisi kampus tersebut tentunya harus kreatif dalam mencari pemasukkan lain dengan memainkan model bisnis jangka panjang, bukan dengan membebani mahasiswa dengan naiknya UKT. 

PIHAK KAMPUS HARUS KREATIF DALAM MENCARI PEMASUKAN

Mungkin masih oke-oke saja jika kampusnya masih dibantu oleh pemerintah seperti PTN. Namun bagaimana dengan kampus-kampus yang harus mencari sumber pemasukan sendiri? Contohnya seperti PTS (Perguruan Tinggi Swasta). 

Nah, masalahnya ialah kampus swasta ini masih menggantungkan pemasukan mereka pada biaya kuliah mahasiswanya. Gak heran bukan kenapa kampus swasta lebih mahal ketimbang biaya kampus negeri?

Namun ini bukan menjadi penyebab yang gak bisa diatasi, jika pihak kampus terutama yang swasta lebih kritis dan kreatif lagi dalam mencari dana pemasukan untuk menambah biaya operasional kampus, yaa seenggaknya masalah uang biaya kuliah semakin mahal bakalan teratasi.

Bisa belajar dari kampus UNM, yang sampai mencari pemasukan melalui peternakan sapi yang mereka bangun, atau Harvard dengan Endowment Fund mereka. Bayangin ketika mahasiswa S1 Harvard baru masuk, biaya per mahasiswanya bisa mencapai sekitar 1,5 milyar namun dengan pemasukan mereka bisa mengurangi 50% dari biaya tersebut.

Kampus-kampus di Indonesia mungkin bisa belajar lagi dalam mencari sumber pendapatan, supaya anak muda di Indonesia yang mau mengenyam pendidikan merasa tidak terberatkan dengan sejumlah biaya kuliah yang meninggi.

Bisa saja bukan, jika pihak kampus ngadain berbagai macam pelatihan atau sertifikasi kepada perusahaan dan lembaga negara untuk dapetin cuan dari sumber lain. Atau bisa bekerja sama dengan industri kreatif misalnya, gak ada salahnya bukan pihak kampus yang mempunyai aula-aula bagus, studio, atau bahkan gedung gak kepake disewakan kepada industri kreatif.

Bahkan di kampus gw aja yang PTN masih banyak kok kantor-kantor atau Lab yang masih gak kepake, apalagi saat sekarang yang masih ada sebagian dari mahasiswa terpaksa mengikuti kelas online karena berbagai kebijakan, seharusnya biaya perawatan juga tidak terlalu terbebani.

Selain itu, jika pihak kampus masih kesulitan dalam mencari dana alternatif, ya mereka harusnya menurunkan standarisasi mereka dalam meraih akreditasi. Ibarat kata, bergayalah sesuai dengan isi dompet lo bukannya sesuai dengan biaya kuliah kami para mahasiswa. (*/)

BACA JUGA: MAHASISWA BARU PERLU TAHU, CARA MENGHADAPI DOSEN KILLER DI KAMPUS

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Bayu Dewantara

Mahasiswa UI(n) Jakarta, Content Writer, Civillion, Penulis buku antologi "Jangan Bandingkan Diriku" dan "Kumpulan Esai Tafsir Progresif"