Esensi

SURVEI IBCWE: 91% COWOK BUTUH TEMEN CURHAT

Ada lagu yang bilang kalo 'laki-laki nggak boleh nangis' dan harus selalu jadi jagoan. Tapi dari data survei, ngebuktiin kalo cowok juga manusia biasa.

title

“Ayahku selalu berkata padaku laki-laki tak boleh nangis. Harus selalu kuat, harus selalu tangguh, harus bisa jadi tahan banting,” adalah sepenggal lirik lagu ‘Superman’ yang dibawakan The Lucky Laki. 

Lagu yang rilis di zaman kita masih kecil sampe remaja ini mungkin kesannya kayak lagu band pada umumnya aja. Dulu, kita nggak sadar kalo lagu ini adalah cerminan dari bagaimana masyarakat memandang laki-laki dan memberi tuntutan psikologis, bahkan ke anak kecil sekalipun. 

Sering denger tentang orang tua yang lebih bangga kalo punya anak cowok dibanding cewek? Atau orang sekitar lo yang nyeletuk, “Halah, cowok kok menye banget,” setiap ngeliat ada laki-laki yang dianggap ‘kurang laki’? 

Sedihnya, mindset kayak gitu masih ada sampe sekarang. Dampaknya, banyak laki-laki yang merasa tertekan akan cap masyarakat terhadap diri mereka. Seakan kalau berbeda, kehormatan mereka sebagai laki-laki juga hilang. 

Inilah yang menyebabkan adanya toxic masculinity

COWOK JUGA BUTUH TEMPAT BERSANDAR

Maya Juwita, Direktur Eksekutif dari Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), mengatakan bahwa toxic masculinity adalah anggapan yang salah kaprah tentang bagaimana seorang laki-laki harus bersikap. 

Nah, dampaknya laki-laki yang sering terpapar perilaku toxic masculinity dan belum punya kemampuan untuk membangun ‘benteng’ supaya nggak dengerin omongan toxic itu, bisa merasa tertekan dan depresi. 

“Tantangannya adalah terkadang laki-laki terperangkap dalam situasi di mana mereka harus memenuhi tuntutan yang harus dicapai. Misal laki-laki harus lebih pintar, lebih sukses, lebih kaya, lebih kuat, dibanding perempuan. Perubahan bisa dimulai dari mana saja, termasuk lingkungan kerja. Maka salah satu solusinya adalah untuk mengubah budaya organisasi untuk punya kesetaraan dalam gender, dimulai dari pimpinan perusahaan,” cetus Rudy Manik, Chief Human Resources Officer FWD Insurance Indonesia. 

Toxic masculinity bahkan bisa berdampak dalam menumbuhkan rasa benci pada perempuan. Hal ekstrim ini yang harus dihindari dengan meningkatkan awareness masyarakat. 

Untuk mencapai hal itu, IBCWE melakukan survei kepada 896 orang berusia 25-34 tahun pada bulan Februari 2022. Responden tersebut meliputi 532 perempuan, 362 laki-laki, dan 2 orang yang tidak menyebutkan jenis kelaminnya. 

Dari survei tersebut diketahui bahwa 91% responden tidak setuju jika laki-laki tidak butuh teman curhat. Hal ini kemudian mematahkan pandangan masyarakat yang menganggap bahwa laki-laki nggak butuh sesi curhat kayak cewek. 

Selain itu 88% responden tidak setuju kalau laki-laki nggak butuh bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalah. Data ini juga turut mematahkan pendapat masyarakat tentang sifat ‘kuat’ yang harus dimiliki laki-laki, yang sebenernya, bertentangan dengan definisi manusia sebagai makhluk sosial. 

Berbagai stereotip lainnya tentang laki-laki juga banyak dipatahkan melalui survei ini. Seperti laki-laki yang harus punya mental kuat termasuk nggak boleh nangis, laki-laki pantas melakukan pekerjaan berat, harus bisa mengambil keputusan dengan cepat, harus punya penghasilan tinggi, harus dominan, dan sebagainya.

Hasil survei yang dilakukan IBCWE pada Februari 2022 tentang toxic masculinity banyak mematahkan stereotip masyarakat tentang bagaimana laki-laki harus bersikap.
Hasil survei IBCWE Februari 2022 tentang toxic masculinity. (Foto: IBCWE) 

KESETARAAN GENDER MENDORONG KESUKSESAN DALAM BEKERJA

Penelitian yang dilakukan oleh Boston Consulting Group membuktikan kalau kesetaraan gender yang sama-sama dipahami oleh laki-laki dan perempuan dapat mendorong kesuksesan dalam dunia kerja. 

Data dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa 96% perusahaan yang memiliki karyawan laki-laki yang terlibat aktif dalam kesetaraan gender jauh lebih sukses dibanding 30% perusahaan lain yang tidak memperjuangkan kesetaraan gender. 

Keterlibatan perusahaan, organisasi, hingga bagian terkecil dari masyarakat memiliki peran penting untuk memberantas toxic masculinity. Kita juga bisa berperan dalam hal ini dengan tidak laki menerapkan stereotip toxic pada laki-laki serta tidak merendahkan perempuan. 

Jika ini dapat dilakukan oleh setiap kita, kesetaraan gender bukan lagi mimpi belaka tapi menjadi tujuan yang nyata. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Sehari-hari menulis dan mengajukan pertanyaan random ke orang-orang. Di akhir pekan sibuk menyelami seni tarik suara dan keliling Jakarta.