Esensi

PINJOL DAN PAYLATER: MEMBANTU ATAU MEMBUNUH?

Pinjol, PayLater, seperti siklus yang tidak ada putusnya. Pada akhirnya semua orang memang butuh uang. Entah itu untuk berfoya-foya atau memang memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi kalau sampai mematikan empati dan membunuh kemanusiaan, sedih sekali rasanya.

title

FROYONION.COM - Dari sekian banyak institusi yang mencari keuntungan dari kesusahan orang lain, pinjol adalah salah satunya. Pinjol aka pinjaman online menjanjikan solusi, tapi ujungnya neraka mental. Walaupun penuh penzaliman, seperti Dajjal, pinjol ilegal ini pantang menyerah. Mati satu tumbuh seribu. Ditutup seratus buka lagi seribu.

Sesungguhnya kondisi ini memprihatinkan ya. Kita harus menyalahkan siapa, tentu saja bukan Cinta dan teman-temannya. Atau sebenarnya kita tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, tapi mengedukasi diri untuk tidak tergoda dengan sistem PayLater dan mencukupkan diri dengan apa yang ada?

Pemerintah seharusnya bisa bertindak lebih tegas terkait pinjol ilegal dan peminjaman-peminjaman tidak berbadan hukum lainnya. Seharusnya…tapi kan kita enggak bisa berharap kepada pemerintah ya. Mengingat ada banyak masalah juga yang enggak kelar-kelar ditanganin sama pemerintah. 

Ya, itu tadi, ketimbang berharap sama yang enggak pasti, kitalah harus membentengi diri Civs! Janganlah gampang tergoda dengan membeli barang yang di luar kemampuan kita hanya supaya tidak ketinggalan dengan tren yang ada. 

Saya beberapa kali melihat iklan di Youtube atau media sosial lain, yang menawarkan pinjaman tanpa jaminan. Tapi, adegan yang ditampilkan adalah ketika  mau beli barang tersier enggak punya uang, terus si pinjol ini jadi solusi. Atau, mau jajanin pacar tapi saldo enggak cukup, si pinjol jadi solusi.

Sistem PayLater memang memudahkan kita untuk melakukan transaksi ketika kepepet. Mudah banget, tapi ya itu tadi, ketika tanggal jatuh tempo harus bayar, uang kita bakal kepotong untuk membayar tagihan. Biasanya PayLater dibayar ketika gajian, dan menjadi semacam siklus gali lobang tutup lobang.

Misalnya begini, di pertengahan bulan kita menggunakan PayLater, tapi setelah akhir bulan, tepatnya mendapatkan gaji, kita bayar dah itu PayLater. Namun, setelah tengah bulan, kita menggunakan lagi PayLater. Itu namanya siklus gali lobang tutup lobang kan?

BTWPayLater dan pinjol itu dua hal yang berbeda tetapi sama. Kalau PayLater itu sistem yang kita temukan pada ecommerce dimana kita enggak perlu bayar langsung ketika menggunakan atau membeli produk. Sedangkan pinjol adalah peminjaman dana tunai. 

Saya rasa konsep dua bentuk peminjaman ini sama-sama bisa menyesatkan kalau digunakan tanpa kewarasan. Sebenarnya, saya pernah menggunakan PayLater-nya Gojek dengan nominal maksimal Rp 1.000.000. Saya gunakan semaksimal mungkin, dan merasa terbantu di awal, tapi menges di akhir—karena ya itu tadi, pada akhirnya saya harus membayar kan ketika gajian?

Seorang teman yang bekerja di ecommerce dan membuat promo untuk iklan PayLater di perusahaan tempat dia bekerja mengharamkan dirinya untuk menggunakan PayLater. “Duh, jangan sampai deh pake itu, mending aku isi saldo aja ketimbang harus pakai PayLater…” begitu katanya.

Lha, dia sendiri, orang dalam dari ecommerce yang menciptakan sistem pembayaran di belakang dan membuat copywriting untuk mempromosikan “jasa” tersebut saja menolak menggunakan dan menjadikannya sebagai bagian dari jobdesc belaka. 

Saya suka miris bin sedih ketika melihat iklan-iklan di media sosial yang menawarkan produk sedemikian rupa, supaya orang tertarik membeli, menjadi penggila konsumsi, tanpa mempertimbangkan apakah iklan yang mereka buat menyesatkan atau tidak.

Tapi, itulah kapitalisme kan? Menarik keuntungan sebesar-besarnya tanpa peduli masyarakat yang disasar itu memang butuh atau hanya sekadar ingin, atau sebenarnya memang tidak punya kapasitas untuk melakoni sistem demikian. 

Ketika akhirnya tidak bisa melakukan pelunasan, orang tersebut dicecar, dikejar dan diberi beban mental untuk membayar—ini yang sering terjadi pada pinjol. Belum lagi kalau pinjolnya ilegal, data disebar ke kontak peminjam dengan kata-kata yang tidak manusiawi. Mempermalukan dan menjatuhkan mental.

Oktober 2022, seorang perempuan berusia 24 tahun melompat dari parkiran salah satu mall di Surabaya karena terjerat pinjol. Sebelumnya, di tahun yang sama, bulan September, masih di kota Surabaya, seorang perawat gantung diri karena tak tahan kejaran pinjol dan debt collector

Di Cikarang, pertengahan bulan lalu, seorang laki-laki gantung diri, diduga memiliki masalah pinjol. Seorang ibu dua anak yang tinggal di Depok juga memutuskan mengakhiri hidup karena terjerat pinjol sebesar Rp 12.000.000. 

Kalau diteruskan, dan silahkan kalian googling sendiri, daftar orang yang bunuh diri karena jeratan pinjol ada segunung. Mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup karena tidak tahan dengan tekanan mental; diteror, dimaki, dipermalukan dengan menyebar foto yang dibarengi pesan-pesan jahat ke kontak yang ada di handphone. Tindakan-tindakan ini sangat membunuh mental!

Ya, saya tahu pasti, orang-orang yang bekerja di pinjol juga punya tekanan serupa. Mereka juga butuh makan dan menghidupi keluarganya, makanya bekerja di pinjol. Saya pernah menyaksikan tayangan penggerebekan polisi di kantor pinjol ilegal. Pekerjanya ada yang masih muda, menundukkan kepala, entah apa yang ada dalam pikiran mereka.

Pinjol, PayLater, seperti siklus yang tidak ada putusnya. Pada akhirnya semua orang memang butuh uang. Entah itu untuk berfoya-foya atau memang memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi kalau sampai mematikan empati dan membunuh kemanusiaan, sedih sekali rasanya. Sampai-sampai, kematian menjadi satu-satunya cara untuk selamat dari penderitaan dunia yang cuma setarikan napas ini. (*/)

BACA JUGA: RATUSAN MAHASISWA IPB TERJERAT PINJOL GARA-GARA INVESTASI BODONG, PENTINGNYA MEMAHAMI KONSEP INVESTASI

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ester Pandiangan

Penulis buku "Maaf, Orgasme Bukan Hanya Urusan Kelamin (2022)". Tertarik dengan isu-isu seputar seksualitas.