Esensi

PANTASKAH MENYARING CALON KARYAWAN PAKE ZODIAK?

Milih pacar atau sahabat berdasarkan zodiak udah lazim. Tapi milih karyawan pake zodiak?

title

FROYONION.COM - “Dia kan gue terima karena dia Pisces…”

Jujur gue agak terkejut ketika mendengar orang yang menjadi user ketika gue dalam proses rekrutmen ngomong begitu. Apakah dia serius atau cuma bercanda? Orang yang dia maksud bukan gue, karena gue gemini. Kebetulan kami lagi ngobrol soal zodiak, dan percakapan masuk ke siapa saja anak kantor yang zodiaknya Pisces. 

Dulu gue enggak percaya dengan zodiak-zodiakan. Kemudian, setelah kerja di beberapa media lifestyle yang mengharuskan untuk menulis mengenai zodiak, kemudian dihubungkan dengan asmara, karier, dan peruntungan di tahun baru, akhirnya gue agak terpengaruh dengan zodiak. Ketika itu…

Saat “gila-gilanya” dengan perzodiakan, gue sempat coba-coba berkencan dengan laki-laki dari beragam zodiak. Mulai dari pertemuan konvensional, sampai pertemuan dari aplikasi dating. Dari pencarian 12 laki-laki dengan zodiak berbeda tersebut, sepertinya zodiak yang belum pernah gue kencani adalah sagitarius. 

Tentunya ini agak konyol ya, nah dari pengalaman perkencanan tersebut, membaca literasi, pertemuan, pertemanan, dan interaksi-interaksi sosial lainnya, gue menyimpulkan kalau gue nggak bakal cocok dengan virgo, aries, capricorn. Sehingga, gue menjadi ilfeel ketika berhadapan dengan tiga zodiak tersebut, atau seenggaknya langsung menurunkan ekspektasi, bersiap untuk sakit hati lagi. 

Kalau kita coba berpikir logis,  kriteria-kriteria ini sangat subyektif. Sama seperti seluruh umat yang menobatkan gemini sebagai zodiak paling dibenci dengan alasan bermuka dua, cepat bosan, suka bikin baper dan lain sebagainya. Hei, kalian hanya bertemu dengan gemini yang salah! Kalian belum ketemu gue sih hahaha!

Nah, mungkin gue belum ketemu dengan virgo, capricorn, dan aries yang bener aja. Jadi, bukan salah zodiaknya ya memang orangnya aja kaleee yang beneeeer. Mosok gegara kita sakit hati dengan satu orang, kita pukul rata semua laki-laki aries bajigur, kan nggak gitu juga konsepnya. 

Sama halnya dengan zodiak cancer yang dianggap sensitif dan drama banget, terus enggak cocok untuk diajak kerja bareng. Itu konyol deh! Untungnya, walau kadang gue suka menggunakan zodiak untuk screening awal ketika berkenalan dengan orang, gue nggak segila itu dengan zodiak. Apalagi sampai menjadikan zodiak untuk penilaian kinerja seseorang dan kepribadiannya secara keseluruhan. 

So, buat lo yang menjadikan zodiak sebagai kriteria penilaian kerja seseorang, yuk kurang-kurangin persepsi begitu. Untuk sekadar lucu-lucuan boleh deh, tapi kalau sampai dimasukkan ke sesuatu yang pribadi, gue rasa ini literally buang-buang waktu. Coba lo bayangin kalau ternyata misalnya sebagai HRD, terus lo sensi banget sama aries, dan gegara kandidat yang lo wawancara aries, lo nge-cut dia dengan alasan dia terlalu brengs*k.

Tugas HRD itu sudah rumit, menyeleksi kandidat untuk memberikan potensi terbaiknya buat perusahaan. Kalau lo nggak melanjutkan proses perekrutan kandidat hanya karena zodiaknya, itu konyol pake banget, Civs.

Pada prinsipnya sih, gue emang suka membaca kepribadian orang dari zodiaknya. Tapi nggak dijadikan sebagai panduan mutlak. Gue pernah punya atasan zodiaknya gemini yang moody banget, suka nyalahin karyawan untuk sesuatu yang bukan salahnya karyawan. 

Di kesempatan lain, gue juga pernah punya atasan gemini tapi dia enggak separah gemini yang satunya lagi. Walau terkadang, rasanya lebih simple untuk menyalahkan zodiak sebagai alasan kenapa seseorang berlaku demikian. But, kalau kita mau aja lebih banyak mengeluarkan effort untuk mikir alasan yang lebih masuk akal kenapa dia tingkah lakunya menyebalkan, tentu saja penjelasannya bukan hanya karena zodiak. 

Misalnya nih, si gemini kedua ini, yang terkesan bossy banget kalau ngasih instruksi kerjaan di WhatsApp group lewat pesan teks, ternyata pas gue dengar instruksinya dari voice note, dia enggak se-bossy itu kok. 

Berarti cara dia mengetik pesan saja yang terkesan memerintah. Di era digital ini, dengan banyaknya perangkat teknologi, kita sering berasumsi, dan asumsi sering kali tidak sesuai dengan fakta. Gua rasa ini yang membuat komunikasi menjadi buruk—tidak hanya pada interaksi kerja melainkan juga relasi-relasi yang lain.

Bijaknya sih, kita kudu mencari faktanya, ketimbang hanya berkutat pada asumsi yang beredar, apalagi kalau hanya berdasarkan pendapat orang kebanyakan—terutama zodiak! Saat menulis tulisan ini, gue dalam perjalanan balik dari Semarang ke Jakarta. Di sebelah gue duduk cowok, dan kami mengobrol karena sama-sama gabut dalam perjalanan hampir 7 jam menuju Stasiun Senen.

Dia mengaku sebagai orang yang menyenangi kesendirian, “Saking suka sendirinya, aku tuh pernah enggak mau keluar-keluar dari kamar…dan nggak balas pesan sampai berhari-hari. Gitu mood baru balas pesan…”

Insting perzodiakan gue langsung menyala, “BTW, zodiaknya apa?”

“Virgo…memang kenapa? Ada hubungannya?”

“Oh…pantes..” gue menghakimi dalam hati. 

Nah, lho! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ester Pandiangan

Penulis buku "Maaf, Orgasme Bukan Hanya Urusan Kelamin (2022)". Tertarik dengan isu-isu seputar seksualitas.