Esensi

MENENTANG STIGMA FACEBOOK HANYA DIISI OLEH ORANG TUA

Kata siapa Facebook cuma buat orang tua? Kalian harus baca ini kalau mau lebih jelasnya, Civs.

title

FROYONION.COM - Kapan terakhir kali kalian menggunakan Facebook? Pastinya jarang di antara kalian yang sampai sekarang masih aktif dalam platform ini. Apalagi para anak muda yang jauh lebih senang dengan TikTok, Twitter ataupun Instagram. Sudah menjadi sebuah stigma ketika platform ini dianggap sebagai tempatnya para orang-tua untuk bermedia sosial. Ditambah begitu besarnya penyebaran hoax dalam platform ini yang dikaitkan dengan ulah dari generasi Baby Boomers dalam membagikan postingan-postingan hoax

Ada banyak alasan yang dilayangkan pada platform ini di kalangan anak muda, salah satunya adalah jamet culture. Sebagian anak-muda yang anti dengan Facebook dikarenakan ramainya“orang-orang” yang dianggap jamet atau bahasa kasarnya “kampungan”. Tulisan ini adalah penjabaran untuk membantah pandangan-pandangan radikal terhadap media sosial ini. Yuk baca sampai habis.

BACA JUGA: PAKAR MINDFULNESS ADJIE SANTOSO: ‘ANAK MUDA PERLU KOMUNIKASIKAN MENTAL HEALTH DENGAN ORTU’

ALGORITMA BERBEDA

Alasan paling rasional dari anggapan negatif  pada Facebook ini adalah cara kerja algoritma yang berbeda. Jikalau platform popular lain seperti Instagram, TikTok, atau Twitter menggunakan sistem “based on likes” sebagai dasar cara kerja algoritmanya, Facebook sedikit berbeda. Terus bagaimana tuh?

Jadi gini, setiap media sosial memiliki ciri dan gayanya masing masing. Ketika Twitter punya ciri khas utas (thread) atau opini. Setiap thread yang berbalas memiliki panggungnya sendiri. Sementara itu, Instagram  dan TikTok memiiki ciri khas tiap konten atau postingan memiliki audiens dan ‘panggungnya’ sendiri. 

Facebook selalu bermain dengan komunitas dan grup, sehingga algoritma mereka bukan hanya dengan “based on like” namun juga pembagian informasi atau postingan dalam friendlist seorang pengguna. Jadi ketika kalian memiliki friendlist jamet ataupun orang-tua, maka kalian akan mendapatkan saran postingan yang mereka dapatkan.

 Pengaruh friendlist dan cara kerja komunitas akan bertabrakan, jadi jika kalian ingin timeline kalian sesuai dengan apa yang kalian mau, pilihlah friendlist yang sekiranya memiliki minat (interest) yang sama. Makanya kalau kalian bilang Facebook isinya jamet dan orang tua semua belun tentu benar.

BERMAIN DENGAN SEGMENTASI

Ketika aktif dalam platform ini, kalian akan menemukan hal-hal yang sifatnya segmented. Karena Facebook bermain dengan grup dan komunitas akan hadir dalam satu kelompok tertentu yang memiliki interest sama. 

Ada salah satu hal unik di salah satu grup atau fanpage yang isinya hanya terkait game Geometry Dash, seperti meme, musik, artikel, dan postingan nostalgia lainnya. Bayangkan game seperti Geometry Dash yang gameplay-nya itu-itu saja bisa menarik sekelompok orang dan mereka membentuk sebuah komunitas.

BACA JUGA: UMUR 20-AN MASIH TINGGAL DI RUMAH ORTU TERBILANG NGGAK AMAN UNTUK KESEHATAN MENTAL?

SH*TPOST CULTURE DI BERBAGAI UNIVERSITAS

Budaya sh*tpost sebenarnya ada dalam berbagai platform media sosial. Hanya saja Facebook sedikit berbeda. 

Dikarenakan sifatnya yang segmentedsh*tpost hadir dalam berbagai macam bentuk. Salah satu yang unik adalah hadirnya akun sh*tpost kampus atau universitas yang isinya membagikan hal-hal terkait lingkungan universitas  terkait. Isi postingannya berbagai macam seperti membagikan meme populer, lalu bisa juga menjadi ajang satir sebagai kritik mereka terhadap berbagai kebijakan kebijakan kampus. 

Nama-nama terkenal seperti “UNNES s e k a r p o s t I n g” lalu ada “U n I v e r s I t a s  D e l a p a n  H a r I” dan “Hanya mahasiswa IPB yang numpang lewat”. Mereka adalah akun atau fanpage yang membagikan apa saja masalah/drama yang terjadi dalam area kampusnya. Mereka mewakili kampus apa yang sedang dijalani oleh para admin page di sana, dan membagikan hal-hal atau peristiwa yang terjadi di sana.

Di sisi lain ada yang beranggapan bahwa kehadiran nama-nama ini justru malah  menjadi ajang bongkar aib, tapi di sisi lainnya adalah fasilitas yang baik sebagai usaha mengenalkan kampus mereka terhadap khalayak yang lebih luas. Seperti Universitas Halu Oleo atau Universitas Delapan Hari yang dimana akhirnya dikenal lebih luas lagi karena hadirnya akun tersebut. Ini adalah salah satu bentuk yang positif ketika setiap page kampus selalu menyindir atau bergurau satu-sama lainnya. Universitas kalian ada ga?

Oleh karenanya  bukan tentang bagaimana Facebook dianggap usang atau kuno, melainkan cara kerjanya yang sedikit berbeda dengan platform lainnya. Melainkan ketidakmengertian mereka terhadap Facebook dan bagaimana cara penyesuaiannya. Walau memang cara kerja platform ini memiliki banyak kekurangan dan beragam fitur dari Facebook yang sangat buruk, tetapi justru malah membuat hadirnya sub-culture yang unik dan bahkan berbeda dari media sosial lainnya. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khalid Asmadi

Seorang mahasiswa di jurusan Ilmu Komunikasi, katanya sih suka baca buku filsafat, cuma ga pinter pinter amat. Pengen jago ngegambar biar bisa bikin anime.