In Depth

HAL-HAL TERANEH YANG PERNAH DIALAMI PENCARI KERJA DI INDONESIA

Aneh tapi nyata! Inilah sederet keanehan yang dialami para job seekers di negara +62, Civs. Mungkin lo juga pernah alami ini.

title

FROYONION.COM - Kalo ditanya berapa banyak keganjilan yang gue pernah alami saat cari kerja, gue bakal bilang: “Banyak banget!” 

Dan gue rasa bukan gue sendiri yang merasakan keanehan ini. Masing-masing kita pasti pernah punya pengalaman luar biasa aneh, selama melamar pekerjaan. Di-ghosting perusahaan, diminta untuk mengisi form berlembar-lembar, itu mah sudah biasa. 

Actually, gue mencoba berpikir positif kalau hal-hal tersebut enggak bakal dijumpai lagi di  era digital sekarang. Tapi ternyata masih ada aja, Civs! 

Biasanya hal-hal buruk berusaha gue kubur dalam-dalam tapi demi membuat tulisan ini, gue coba ingat-ingat lagi deh. Coba deh lo baca, jangan-jangan kita senasib sepenanggungan, atau jangan-jangan lo punya pengalaman yang lebih parah? 

1. HRD Manager wawancara tapi nggak baca CV lebih dulu 

Suatu ketika di tahun 2018, gue ke suatu kantor di daerah Jakarta Selatan untuk wawancara. Perusahaan yang gue datangin ini asalnya dari salah satu negara di Asia yang lagi expand di Jakarta. Konon timnya masih kecil, jadi gue diwawancara langsung sama HRD Managernya. 

Ternyata, setelah ketemu langsung sama doi, dia belum baca CV gue dong. Dan pas ketemu, dia scrolling email di handphone-nya untuk ngecek email gue. Sebagai kandidat yang baik budi, gue forward lagi email gue. Dalam hati gue bertanyeaaa-tanyeaaa, ini kok aneh banget ya?

2. Bisa kerja di bawah tekanan nggak?

Doi enggak cuma bilang itu aja Civs, tapi juga mempertanyakan, kenapa gue mau melamar ke perusahaan tersebut. Itu terjadi di tahun 2020 atau 2021 di suatu perusahaan media yang enggak perlu kita sebut namanya, karena enggak penting juga. Ketika orang-orang sedang membangun dunia kerja yang sehat mental, lha kok ini ngajak stres? 

Terus, deseu mempertanyakan lagi kenapa gue mau kerja di tempat mereka? Ini agak aneh sih, cuy sekarang sudah tahun 2020-an bukan tahun 2000-an lagi, yang masih zaman ngemob-ngemobkandidat. Yaelah, orde baru banget sih lau!

3. Ditanya-tanyain soal perusahaan tempat kerja sekarang

Aneh-aneh dah, HRD zaman sekarang—sori ye bukan maksud menggeneralisir—tapi emang ini aneh bin ajaib. Di tahun 2022, gue pernah diwawancara sama perusahaan yang kepo banget dengan jobdesc gue di perusahaan sekarang dan bagaimana ritme kerja kantor gue. Ngadi-ngadi banget deh, ya lo kira gue mau certain tentang perusahaan gue sekarang. Gue enggak sepolos itu juga kaleeeee

Dan beneran dah, enggak lama gue kelar wawancara di situ, gue baca di feed LinkedIn, ada posting-an mengenai semacam peringatan kepada job seeker untuk berhati-hati pada sistem perekrutan yang suka kepo sama kandidat. Mereka buka lowongan bukan untuk mencari karyawan, tapi dalam rangka survei.

4. Di sini enggak digaji, masih mau?

Gue suka amazed dan terheran-heran dengan sistem perekrutan yang kurang memanusiakan kandidat. Oke, job seeker perlu kerja, tapi begitupun perusahaan membutuhkan karyawan kan? So, kenapa suka semena-mena gitu? 

Sekira tahun 2014 atau 2015, saya pernah melakukan wawancara di sebuah NGO di sekitar Jakarta Pusat. Dan ketika wawancara dengan user, doi bilang, “Di sini enggak digaji, namanya juga kerja kemanusiaan, masih mau?”

Mungkin dia bercanda, tapi ya nggak gitu juga kaleeee candaannya! Secara kan ini dalam rangka mencari kerja ya. Dan di mana-mana kalau kita cari kerja itu ya digaji. Mosok, kita ngelamar kerja for pro bono? Kalaulah beliau tersebut memang mau bercanda, candaannya sangat tidak profesional.

5. Diminta slip gaji terus di-ghosting

Ngomongin soal pengalaman melamar kerja yang menyebalkan sudah banyak banget dirasakan. Pas lagi ingat-ingat, sebalnya masih terasa. Di tahun 2015 atau 2016, saya pernah mengikuti proses perekrutan yang cukup smooth, dan okelah, sampai akhirnya saya diminta untuk memberikan slip gaji pekerjaan terakhir. 

Oke, saya kirimkan dan ternyata, setelah saya kirimkan, tidak ada update lagi mengenai keberlanjutan proses perekrutan—diterima atau tidaknya. Ini cukup lucu sih, seharusnya kan, slip gaji itu diminta ketika sudah deal diterima. Slip gaji itu kan sesuatu yang pribadi. Pun, sebenarnya jadi pertanyaan juga, kenapa gaji terakhir menjadi pertimbangan buat perusahaan merekrut karyawan?

Kan setiap perusahaan punya standarnya masing-masing ya? Kenapa enggak bergerak dari situ aja? Plus, sudah lihat juga kan skill yang dimiliki kandidat, ya semestinya lau nawar dari situ enggak sih?

Sebelum menutup tulisan ini, gue mau share pengalaman yang unik lain. Di tahun 2016 atau 2017, gue pernah ke Solo untuk melakukan wawancara kerja. Ceritanya, gue pernah berada di fase mau meninggalkan Jakarta dan hidup di kota kecil. Selesai wawancara, gue dipeluk sama Ibu HRD Manager-nya, dan dia bilang semoga gue segera mendapatkan kebahagiaan, “Karena semua orang berhak bahagia dan punya kebahagiaannya sendiri,” gitu katanya.

Ada banyak HRD yang menyebalkan dan mengurasi kandidat seperti kita adalah tersangka. Tapi, ada juga HRD yang memanusiakan kandidat, dan untuk mereka-mereka itu, terimakasih sudah menjadi orang yang baik di tengah dunia yang getir ini. 

Buat HRD yang suka ngerujak dan bikin hidup kandidat warna-warni, makasih juga. Berkat kalian, tulisan ini jadi ada. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ester Pandiangan

Penulis buku "Maaf, Orgasme Bukan Hanya Urusan Kelamin (2022)". Tertarik dengan isu-isu seputar seksualitas.