Esensi

DIHINA TAPI GA MARAH, MENGAPA AKHIRNYA TREN ROASTING DAPAT DITERIMA OLEH MASYARAKAT?

Sebagai orang Indonesia, kita dikenal dengan budaya yang santun. Tapi, apa jadinya kalau ada tren yang jauh berseberangan dengan budaya santun tersebut, seperti tren roasting misalnya?

title

FROYONION.COM - Beberapa tahun belakangan ini, terdapat satu tren yang lumayan bikin gua bertanya-tanya nih Civs. 

Sebagai orang Indonesia, kita dikenal dengan sosok yang ramah, sopan, dan santun terhadap orang asing. Makanya sebagai manusia yang berbudaya ramah, sopan, dan santun kita cenderung menghindari orang-orang yang doyan ngatain orang lain. 

Umumnya, sebagai seorang manusia yang memiliki hati dan perasaan, kita seringkali tersinggung apabila dihina, dikatain, dan bahkan akan merasa tersinggung apabila masalah yang kita miliki diangkat dan dijadikan bahan untuk konsumsi publik. 

Tapi uniknya, tren yang bakal gua bahas kali ini, seakan-akan sukses membuat sebuah hinaan dan cacian menjadi sebuah hiburan yang dapat diterima oleh masyarakat umum. 

Yes, tren tersebut adalah tren roasting

Roasting atau roast pada dasarnya adalah sebuah teknik dalam berkomedi yang bertujuan untuk menyerang seseorang secara verbal untuk kepentingan komedi. 

BACA JUGA: BERAWAL DARI KOMEDI YANG EKSKLUSIF, KINI STAND UP COMEDY JADI CARA UNTUK BERSUARA

Dulu, stand up comedy seringkali dianggap sebagai komedi eksklusif karena ga banyak orang bisa menikmati. Tapi sekarang, stand up comedy makin diminati dan ga jarang menjadi salah satu cara untuk bersuara.

Dalam pengertian lain, Cambridge Dictionary mengartikan roasting sebagai sebuah cara berkomedi dalam bentuk kritik atas sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemangku kebijakan. 

Dan jika kita melihat tren roasting di Indonesia, umumnya roasting seringkali kita jumpai di berbagai konten-konten yang memberikan kritik ke pemerintah. Tapi, bukan berarti hanya pemerintah saja yang bisa dijadikan objek roasting, sosok-sosok yang dirasa memiliki pengaruh di masyarakat pun bisa menjadi objek roasting. 

Dan sebagai seorang manusia, wajar rasanya jika kita merasa kesal apabila diri kita menjadi sebuah objek komedi. Terlebih jika diri kita adalah sosok yang penting yang memiliki pengaruh. Rasanya, marah dan menuntut seseorang karena merasa terhina adalah hal yang wajar untuk dilakukan.

Namun, disinilah spesialnya roasting. Orang-orang yang menjadi korban roasting justru fine-fine aja ketika mereka dihina, atau ketika masalah mereka diangkat untuk dijadikan materi komedi. 

Dan bahkan di kondisi lain, orang-orang ini  justru dapat ikut menertawakan hinaan yang ditujukan kepada mereka. Dan bahkan, membuat ajang kompetisi roasting untuk diri mereka sendiri. 

Well, kenapa akhirnya tren roasting dapat menjadi suatu tren yang dapat diterima masyarakat?

BACA JUGA: SERUNYA JAMBORE STANDUP INDO, EVENT STANDUP COMEDY INDONESIA PALING PETJAH TAHUN INI!

TARGET DAN MATERI ROASTING BERSUMBER DARI KERESAHAN MASYARAKAT

Untuk menjawab pertanyaan mengenai mengapa masyarakat dapat menerima tren roasting, kita harus memahami apa objek yang diroast oleh seorang roaster.

Umumnya di Indonesia, bisa dibilang orang-orang yang menjadi target roasting adalah orang-orang yang memang bisa dibilang problematik, dan ga sadar kalau sebenarnya mereka adalah orang yang problematik. 

Mulai dari tokoh politik yang kontroversial, seleb yang norak, sampai ke orang-orang yang dianggap menjadi public enemies. Ketika akhirnya target roasting tersebut adalah sosok-sosok yang pada dasarnya menjadi sumber keresahan masyarakat, rasanya akan lebih mudah untuk masyarakat menikmati roasting tersebut. 

Tapi pertanyaannya sekarang adalah, apakah cuma sosok problematik doang yang jadi sumber keresahan dan akhirnya layak untuk diroast? Ya enggak.

Sosok yang ga problematik pun bisa menjadi target roast. Tapi, materi roast yang akan dibawakan adalah materi-materi yang dirasa cukup relatable dengan para penonton ataupun masyarakat. 

Mulai dari kebiasaan unik si korban roasting, kegiatan yang lagi sering dilakukan oleh si korban, sampai ke pencapaian-pencapaian si korban roasting yang dirasa dapat dijadikan materi oleh roasternya.

Karena gini, pada dasarnya roasting adalah salah satu segmentasi dari stand up comedy. Sehingga, utamanya materi dari roasting tersebut pun emang berupa keresahan dari roasternya. 

Jadi, meskipun si korban roast bukan sosok problematik setidaknya keresahan-keresahan tersebut bisa lahir dari perilaku-perilaku lain yang setidaknya bisa dijadikan materi roasting. 

Dan ketika perilaku-perilaku unik atau fakta-fakta dari si korban roasting menimbulkan keresahan atau kegelisahan bagi seorang roaster dan audiens. Roasting tersebut pun akan terasa relatable sehingga patut untuk ditertawakan. 

Belum lagi ketika akhirnya korban roasting tersebut pun merasakan hal yang sama dengan roaster dan juga penonton. Pastinya gelak tawa dan esensi komedi yang diciptakan akan lebih terasa, karena adanya kesamaan keresahan dan kegelisahan tersebut. 

KONSEN DARI KORBAN 

Selanjutnya nih Civs, mengapa akhirnya roasting dapat diterima oleh masyarakat dan juga para korbannya. 

Utamanya, dalam acara roasting harus ada kesepakatan antara roaster dan juga korban roastnya. Kenapa?

Balik lagi, agar ga ada ketersinggungan dan untuk menjaga batas-batas dalam komedi. Karena gini, roasting ini adalah sebuah cara berkomedi dengan cara menghina seseorang. Apabila hinaan tersebut cuma purely hinaan tanpa unsur komedi, ya itu jahat. 

Makanya, lo bisa liat orang yang diroast bika ikut tertawa dengan “hinaan” yang ditujukan ke dirinya. Karena pada dasarnya dia udah tau kalau dia akan dihina. Beda lagi kalau misalnya dia ga tau kalau bakal diroast.

Para korban ini juga akan menjadi asesor dari materi roasting yang akan dibawakan oleh seorang roaster. Tujuannya simpel, yaitu untuk menentukan batasan-batasan antara mana yang bisa dijadikan bahan untuk roasting dan mana yang sebaiknya disimpan untuk diri pribadi sendiri aja. 

Makanya kesepakatan antara roaster dengan korban roast ini menjadi hal yang esensial. Ya karena untuk menjaga hubungan baik antar kedua belah pihak dan ga ada yang tersinggung dan merasa dirinya direndahkan.

Nah akan jadi masalah apabila ga ada kesepakatan antara roaster dengan korban roasting. Tentunya perasaan ketersinggungan, ga terima akan materi yang disampaikan, dan hal-hal lainnya akan terjadi. Bisa-bisa seorang roaster justru kena pasal pidana pencemaran nama baik dan jeratan hukum lainnya. 

Dan dari sini pun harusnya masyarakat yang notabenenya hanya sebagai penonton buat gua pribadi ga berhak marah dan ga terima. Kenapa?

Ya simpel, orang korban roastingnya aja ga marah kenapa lo mesti marah? Toh korban roastingnya juga bisa ikut menertawakan keadaannya, kenapa lo ga ikut ketawa aja?

ROASTING PADA DASARNYA ADALAH BENTUK KOMEDI

Pada dasarnya, roasting adalah cara untuk berkomedi. Yes, komedi. Entah materi roasting tersebut punya tujuan lain, pada akhirnya tujuan utama dari roasting adalah untuk berkomedi. Yang dicari oleh si roaster adalah gelak tawa dari penonton. 

Dan masyarakat pun sejatinya harus tahu, tujuan utama dari acara roasting adalah ya hiburan. Entah kritik sosial, masalah pribadi, dan lain-lain adalah tujuan lain yang hanya beriringan dengan tujuan utama tersebut. 

Dan gua sempat baca salah satu artikel dengan judul “Why Roasts Are an Antidote to Bullying and Narcissism” karya dari psikolog Izzy Kalman. 

Di salah satu poinnya, Izzy menjelaskan mengapa sebuah “hinaan” dalam roasting justru membuat kita tertawa. Bagi Izzy, sebuah hinaan yang cerdas akan memiliki makna yang berbeda dengan hinaan yang memang jahat.

Contohnya, “Lo jelek“ dengan “Bayangan lo pun setuju kalau lo jelek” akan memiliki nilai yang berbeda. Dengan menambahkan unsur komedi pada suatu hinaan, orang akan menanggapi hinaan tersebut sebagai sebuah bentuk komedi, bukan sebuah hinaan belaka. 

Dari sinilah para korban roasting harus paham. Tujuan utama dari mereka di-roast ya adalah untuk kepentingan komedi. Tujuan lain, baiknya ya lo simpan sendiri. Mungkin dari roast yang diberikan terhadap mereka, ada sisi-sisi positif yang dapat diambil untuk dijadikan bahan evaluasi diri, sehingga mereka bisa jadi sosok yang lebih baik kedepannya. 

So Civs, sekarang lo tau kenapa akhirnya banyak orang dapat menerima roasting, baik dari penonton dan korbannya. Karena tujuan utama dari roasting ya adalah untuk berkomedi. Dan utamanya, cara terbaik untuk menanggapi komedi, ya tertawa. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Radhytia Rizal Yusuf

Mahasiswa semester akhir yang hobi menonton anime dan memiliki ketertarikan dalam berbagai budaya populer seperti, anime, J-pop, K-Pop