Esensi

BUKAN LOYALITAS TANPA BATAS, JANGAN-JANGAN MALAH KEJEBAK RED FLAG PERUSAHAAN

Karyawan yang rela bekerja overtime bukanlah wujud sebuah loyalitas tanpa batas, tapi dia sedang terjebak dalam red flag perusahaan.

title

FROYONION.COM - Lingkungan kerja yang baik dalam sebuah perusahaan pasti selalu diharapkan oleh setiap karyawan. Biasanya para karyawan akan merasa nyaman di lingkungan kerja yang positif, suportif, kondusif, fleksibel, dan kreatif. Beberapa hal tersebut dianggap dapat menunjang produktivitas karyawan, karena memberikan kesempatan para karyawannya untuk berkembang.

Tapi tahu nggak sih, ternyata belum banyak perusahaan yang bisa menciptakan lingkungan kerja seperti itu. Mirisnya lagi, sebagian besar perusahaan justru malah membudayakan hustle culture. Para karyawan diharuskan untuk bekerja terus menerus dan hanya diberi kesempatan beristirahat sebentar. Hal ini sudah sering dinormalisasi, dan dianggap sebagai bentuk loyalitas karyawan pada perusahaan.

Duh, hati-hati deh, alih-alih menganggap sebuah loyalitas tanpa batas, ternyata malah banyak karyawan terjebak dalam red flag perusahaan. Red flag perusahaan merupakan kondisi yang sebenarnya mengganggu, bahkan bisa sampai berbahaya jika nggak disadari dengan cepat oleh para karyawan. Berikut beberapa hal yang biasanya menjadi red flag di sebuah perusahaan:

KERJA NGGAK SESUAI JOBDESK

Saat menjadi karyawan baru di sebuah perusahaan, HRD tentu akan menjelaskan berbagai jobdesk yang harus dikerjakan sesuai dengan posisi atau divisi yang ditempati. 

Namun, nyatanya ada saja perusahaan yang melimpahkan tugas nggak sesuai dengan jobdesk yang diberikan. Biasanya penambahan beban kerja ini dilakukan untuk mengejar target perusahaan agar bisa tercapai.

Penambahan beban kerja yang nggak sesuai dengan jobdesk, membuat karyawan terpaksa bekerja melebihi jam kerja yang seharusnya, bahkan hari libur perusahaan juga mewajibkan karyawan tetap masuk. Ini adalah salah satu tanda red flag perusahaan, karena secara nggak langsung perusahaan nggak memikirkan kondisi kesehatan dan kesejahteraan karyawan.

HARUS AVAILABLE DI WAKTU LIBUR

Hari libur adalah waktu yang tepat untuk beristirahat, bersenang-senang dan melepaskan penat dari beban kerja. Eits, tapi bagaimana jika tiba-tiba atasan menghubungi di tengah-tengah me-time untuk memberikan tambahan pekerjaan atau bahkan hanya sekedar menanyakan progres yang sudah dikerjakan? Duh, sudah pasti mood langsung hancur seketika deh.

Hati-hati, kalau ini terjadi secara berulang bahkan sudah terlalu sering, maka tandanya bos atau atasan nggak bisa menghargai waktu pribadi karyawannya.  Yang paling harus dipahami, ini juga bukan bentuk loyalitas terhadap perusahaan, sehingga para karyawan diharapkan tegas dan berani mengingatkan atasan tentang aturan dan batasan jam kerja yang sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan atau kesepakatan di awal. 

NGGAK ADA KESEMPATAN BERKEMBANG

Setiap karyawan tentu berharap dirinya dapat berkembang di perusahaan tempatnya bekerja. Apalagi jika mereka sudah bekerja dalam kurun waktu yang lama. Adanya keinginan karyawan  untuk berkembang, dapat berdampak baik terhadap produktivitas perusahaan, loh.

Namun nggak semua perusahaan bisa memberikan kesempatan karyawannya untuk berkembang; baik itu dari segi skill, jenjang karir, penghasilan, hingga usulan ide-ide baru yang sebenarnya mungkin bisa membawa perubahan, tapi nggak diterima oleh atasan. Sulitnya karyawan untuk berkembang, membuat motivasi mereka menurun saat bekerja. Kenapa? karena mereka merasa nggak ada yang bisa lebih dicapai lagi dari apa yang mereka kerjakan sehari-hari.

Percayalah, lingkungan seperti ini akan membuat karyawan merasa jenuh. Bahkan akan membahayakan karir para karyawan di masa mendatang. 

KANTOR TOXIC

Karyawan yang bekerja di sebuah kantor dengan lingkungan toxic akan sulit berkembang. Tentu, lingkungan yang seperti ini malah akan membuat stres dan nggak fokus untuk bekerja. Nah, adanya lingkungan yang toxic ini, salah satunya terlihat dari hubungan antar karyawan.

Beberapa contoh kasus yang membuat lingkungan kantor menjadi toxic, antara lain: pertama, karyawan membentuk kubu masing-masing, sehingga nggak semua karyawan bisa dan punya kesempatan berbaur. Kedua, adanya persaingan yang nggak sehat. Ketiga, munculnya budaya gosip yang lahir di tengah-tengah karyawan.

Nggak bisa disangkal, kasus-kasus tersebut banyak terjadi di kantor atau perusahaan. Hal ini dianggap sebagai kegagalan perusahaan dalam menciptakan bonding, baik antar karyawan, maupun antara atasan dan bawahan.

CUTI SULIT

Pernah ngajuin cuti dari jauh-jauh hari, tapi endingnya nggak disetujui? Ternyata, banyak loh karyawan yang mengeluh sulit mendapatkan cuti, padahal masa kerjanya sudah lebih dari setahun dan semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sudah terpenuhi. Hati-hati, ini juga salah satu ciri red flag perusahaan loh!

Ya, mungkin saja latar belakang perusahaan nggak memberikan izin cuti, karena khawatir produktivitas perusahaan menjadi terhambat. Atau mungkin atasan masih merasa harus mengejar goals yang belum terealisasi. Akhirnya, karyawan mau nggak mau harus legowo ketika cuti nggak disetujui.

Eits, tapi ada juga loh karyawan yang akhirnya mendapatkan izin cuti. Namun selama cuti, atasan tetap memberikan list pekerjaan tambahan yang harus diselesaikan. Bahkan terkadang karyawan masih harus tetap standby saat atasan menghubungi. Duh, dijamin nggak akan tenang  deh saat cuti.

TINGKAT TURNOVER TINGGI

Turnover karyawan merupakan proses keluar dan masuknya karyawan, yang sebenarnya biasa dan wajar terjadi di perusahaan. Namun beda cerita, jika karyawan satu persatu mulai mengajukan resign secara terus menerus dan membuat perusahaan sering merekrut karyawan baru. Situasi tersebut dianggap sebagai tingkat turnover karyawan yang tinggi.

Tingkat turnover karyawan yang tinggi pada sebuah perusahaan, dilihat dan dinilai sebagai suatu hal yang negatif. Nggak hanya itu, situasi ini juga disebut-sebut menjadi tolak ukur, dimana tata manajemen perusahaan buruk atau nggak sehat. 

Biasanya perusahaan yang mengalami tingkat turnover karyawan yang tinggi, banyak disebabkan karena  penerapan sistem kerja dan lingkungan buruk, seperti: nggak ada work life balance, atasan yang nggak memahami karyawan, upah yang nggak sesuai, hingga kurangnya transparansi perusahaan kepada karyawan. 

Nah, tanda-tanda red flag di atas, seharusnya bisa dengan cepat disadari oleh para karyawan yang masih bertahan. Jangan lupa memutuskan, apakah masih akan bertahan entah sampai kapan, atau resign menyusul teman-teman seperjuangan? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Pangastryan Wisesa

Freelance Writer, and Social Media Marketing