Trends

APA IYA MASYARAKAT INDONESIA SEKARANG LEBIH BAHAGIA?

Setiap tiga tahun sekali, Badan Pusat Statistik merilis data Indeks Kebahagiaan masyarakat di Indonesia. Di masa pandemi sekarang, apa iya masyarakat kita lebih merasa bahagia dibandingkan tahun 2017? Atau malah sebaliknya? Mari kita cek!

title

FROYONION.COMMulai dari momen awal pandemi di tahun 2020 sampe ke tahun 2021, ada banyak banget kejadian menyedihkan yang terjadi di negara kita. Virus yang lagi ‘musim beranak’ dan melahirkan segala varian barunya, erupsi Gunung Semeru, banjir bandang, sampe ke gempa bumi, hampir semuanya terjadi di waktu yang bersamaan dalam rentang waktu 2 tahun ke belakang. Dan kalo ngebahas tentang kesedihan yang terjadi, pastinya berbanding terbalik dengan kebahagiaan yang dirasakan sama masyarakat kita. 

Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) ngerilis data terbaru tentang ‘Indeks Kebahagiaan 2021’ di Indonesia.

Pengukuran tingkat kebahagiaan ini dilakukan sama BPS tiap tiga tahun sekali. Menurut BPS, kebahagiaan masyarakat kita bisa diukur pake tiga dimensi, yaitu kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup.

Indeks Kebahagiaan menurut provinsi di Indonesia. (Sumber: bps.go.id)

Di tahun 2021 ini, Indeks Kebahagiaan negara kita ada di angka 71,49, naik 0,80 poin dari tahun 2017 yang sebesar 70,69. Tiga tahun lalu, tingkat kebahagiaan masyarakat perkotaan jauh lebih tinggi daripada tingkat kebahagiaan masyarakat di pedesaan. Tapi, semenjak ada pandemi di awal tahun 2020, tingkat kebahagiaan di pedesaan meningkat cukup signifikan sehingga hampir menyaingi tingkat kebahagiaan masyarakat perkotaan.

Berpaku sama data umum ini, terus muncul pertanyaan:

“Apa iya provinsi yang punya tingkat kemiskinan tinggi berarti tingkat kebahagiaannya rendah? Dan apa iya provinsi yang punya tingkat pengangguran yang tinggi punya tingkat kebahagiaan yang rendah juga? Apalagi kalo ngomongin hal ini di masa pandemi, di mana cari kerjaan makin susah dan tingkat pengangguran yang semakin tinggi karena banyak bisnis yang ‘gulung tikar’.”

Untuk persoalan ini, BPS menjelaskan provinsi dengan tingkat kemiskinan yang rendah cenderung memiliki Indeks Kebahagiaan yang tinggi. Namun, terdapat pola yang berbeda yakni beberapa provinsi dengan tingkat kemiskinan yang tinggi juga memiliki Indeks Kebahagiaan yang tinggi (di atas rata-rata).

Keterangan ini juga didukung sama teori Easterlin Paradox di tahun 1974, yang ngejelasin kalo kebahagiaan nggak berhubungan secara signifikan sama pendapatan.

Faktanya, salah satu provinsi di negara kita punya tingkat kemiskinan tinggi tapi juga dibarengi dengan tingkat kebahagiaan yang tinggi, yaitu provinsi Papua Barat. Masyarakat di sana punya berbagai cara dan mindset untuk bahagia meskipun faktanya lingkaran kemiskinan masih jadi masalah utama di daerah timur Indonesia ini.

Sama halnya kayak kemiskinan, pengangguran juga sering dicap sebagai kondisi yang negatif di masyarakat. Dalam analisis kuadran yang dilakukan sama BPS, mayoritas provinsi di Indonesia ada di kuadran II dalam kaitannya antara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Indeks Kebahagiaan. Kuadran II ini berarti bahwa mayoritas provinsi punya tingkat pengangguran yang relatif rendah dan Indeks kebahagiaan yang relatif tinggi. Contohnya ada provinsi Gorontalo, Kalimantan Utara, Maluku Utara, dan Jambi.

Di lain sisi, Kepulauan Riau jadi satu-satunya provinsi yang punya tingkat pengangguran tinggi tapi Indeks Kebahagiaan yang tinggi juga. Hampir mirip sama kondisi yang ada di Papua Barat, bahwa indikator negatif terkadang nggak berpengaruh secara signifikan sama tingkat kebahagiaan masyarakat, Civs.

Selain kemiskinan dan pengangguran, ada satu indikator lagi yang bisa dikaitin sama Indeks Kebahagiaan, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

IPM ini diukur dari tiga dimensi juga, yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Sekilas, daerah yang terhitung ‘maju’ kayak DKI Jakarta tentunya punya IPM yang tinggi, dan memang faktanya seperti itu. Tapi, apa iya daerah ini punya Indeks Kebahagiaan yang tinggi juga?

Khusus buat kasus DKI Jakarta, ternyata jawabannya nggak, Civs. Daerah ini emang punya nilai IPM tertinggi se-Indonesia, artinya, banyak masyarakat yang ‘melek’ secara pendidikan dan punya tingkat ekonomi yang tinggi dibandingkan provinsi lainnya, tapi ternyata kebahagiaan masyarakatnya termasuk yang paling rendah se-Indonesia.

Banyak faktor yang mempengaruhi fenomena ini, terutama karena angka kasus Covid-19 yang selalu didominasi sama DKI Jakarta, juga tingkat kemacetan tinggi, tuntutan pekerjaan yang berat, dan biaya hidup yang jadi beban sehari-hari masyarakat Ibukota.

Pada intinya, tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia di tahun 2021 memang naik hampir 1 poin dibandingkan tiga tahun yang lalu. Masih banyak daerah yang mempunya tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi namun tidak serta-merta mempengaruhi kebahagiaan masyarakatnya. Semoga data tiga tahun yang akan datang menunjukkan kenaikan yang signifikan dan juga dirasakan langsung sama masyarakat Indonesia yak, Civs. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Garry

Content writer Froyonion, suka belajar hal-hal baru, gaming, dunia kreatif lah pokoknya.