Trends

ANGGOTA TIM ‘PENYALIN CAHAYA’ DIHAPUS DARI KREDIT FILM ATAS PELAPORAN KASUS PELECEHAN SEKSUAL: TEGAS ATAU CANCEL CULTURE?

Pelaku pelecehan seksual memang pantas mendapat hukuman. Namun, sanksi itu wajib ia terima setelah ada pembuktian kuat. Apakah kasus ini termasuk contoh baik dalam memberikan hukuman yang tegas atas pelaku pelecehan seksual atau langkah ‘cuci tangan’ dari masalah?

title

FROYONION.COM - Pada Senin (10/1), pada akun Instagram @wregas_bhanuteja dan @kaningapictures mengunggah pernyataan sikap atas pelaporan salah satu tim film ‘Penyalin Cahaya’ yang dilaporkan atas tindakan pelecehan seksual di masa lalu. 

Dalam pernyataan tersebut, disebutkan juga kalau sebagai bentuk tanggung jawab etik atas komitmen untuk menghormati pelaporan dan proses yang akan terjadi selanjutnya, maka nama terlapor diputuskan untuk dihapus dari kredit film dan semua materi-materi publikasi film. 

Keputusan ini disambut baik oleh netizen. Banyak juga yang respect sama keputusan mereka untuk menghapus nama terlapor. Pasalnya, memang penanganan kasus pelecehan seksual di Indonesia masih belum baik dan cukup membuat korban merasa tenang dengan prosedur yang ditawarkan. 

Pernyataan sikap tim film ‘Penyalin Cahaya’ terhadap kasus pelaporan pelecehan seksual salah satu anggota timnya. (Foto: Instagram @wregas_bhanuteja)

Nggak jarang kita melihat kasus-kasus pelecehan seksual yang tidak kunjung diproses oleh pihak berwajib sehingga harus korban sendiri yang turun tangan untuk menyuarakan haknya. 

Misal kayak seorang ibu di Bekasi yang yang menangkap sendiri pelaku pelecehan seksual terhadap anak perempuannya. Hal ini sampai ia lakukan karena dari pihak kepolisian dirasa tidak sigap dalam menangani laporannya. Surat penangkapan pun belum diturunkan sehingga polisi setempat tidak bisa menangkap pelaku. 

Mungkin, prosedur-prosedur seperti ini yang membuat korban dan kerabat korban jadi greget sendiri. Alhasil, mereka mengupayakan keadilan dengan cara mereka sendiri. 

Untuk kasus salah satu anggota tim ‘Penyalin Cahaya’ sendiri, belum diketahui nama atau inisial terlapor, rincian dan kronologi kasus, hingga komunitas yang mengelola pelaporan atas kasus pelecehan tersebut. 

Kurangnya data-data ini menimbulkan pertanyaan bagi sebagian netizen tentang duduk perkara kasus ini. Walaupun kenyataannya, komentar bernada keraguan ini tertimbun sama komentar positif yang mengelu-elukan tindakan penghapusan nama terlapor. 

Lantas, pernyataan sikap yang diunggah menciptakan dua sisi. Satu sisi menganggap bahwa keputusan yang diambil dinilai bagus dan tegas, sedangkan sisi lain melihat bahwa tindakan ini termasuk cancel culture. 

Buat yang belum familiar dengan cancel culture, dikutip dari Voxcancel culture adalah sanksi sosial yang diberikan masyarakat terhadap seseorang untuk dikucilkan dari sesamanya, bisa lewat sosial media, media lain, maupun secara langsung. 

Contohnya kayak Kim Seon Ho yang tahun lalu ditimpa kasus yang berkaitan dengan mantan kekasihnya. Karena kasus ini, Seon Ho harus menelan pahitnya cancel culture yang membuatnya diputus kontrak oleh beberapa brand dan acara TV. 

BACA JUGA: KISAH AKTOR KIM SEON HO YANG MIND BLOWING BISA JADI BAHAN SINETRON INDONESIA

Dari kasus Seon Ho, kita bisa lihat betapa seriusnya dampak dari cancel culture. Dalam sejarah juga jarang sekali orang yang sudah di-cancel bisa bangkit berkarya lagi. 

Jadi, semisal benar tindakan penghapusan nama salah satu anggota tim film ‘Penyalin Cahaya’ karena laporan pelecehan seksual adalah cancel culture, maka akan sulit banget untuk dia bisa meneruskan kariernya di industri film. 

Kemungkinan akan ada pertimbangan-pertimbangan yang menyulitkan dia dapet kerjaan lagi, ataupun keraguan-keraguan yang muncul yang bisa mendiskreditkan kemampuan dan pengalaman dia di industri film. 

Beda cerita kalau laporan ini sudah terbukti kebenarannya. Maka penghapusan namanya dari kredit dan publikasi ‘Penyalin Cahaya’ adalah sebuah keputusan tegas yang bijaksana. 

Karena bagaimanapun, film ‘Penyalin Cahaya’ mengangkat isu kekerasan seksual pada perempuan. Ironis rasanya kalau tim filmnya sendiri malah melakukan pelecehan seksual. 

Tapi hal lain yang mungkin terlewatkan adalah, kenyataan kalau pelecehan seksual yang dilakukan oleh terlapor sudah terjadi di masa lalu. Kejadiannya tidak terjadi selama syuting ‘Penyalin Cahaya’ berlangsung. 

Tetap tidak membenarkan apa yang ia lakukan. Tapi apakah mengungkit kesalahannya di masa lalu adalah tindakan yang bijak dan sepadan dengan sanksi yang diterima?

Sekali lagi, keterbatasan informasi membuat kita bisa punya banyak menduga dan berasumsi.  

Tapi mari berharap nantinya yang bersangkutan memang mendapat ganjaran yang adil dan korban juga mendapatkan hak yang setimpal. Serta semoga, kasus-kasus pelecehan seksual di negeri kita tercinta ini bisa semakin diredam dengan film ‘Penyalin Cahaya’ yang udah bisa lo tonton di Netflix mulai tanggal 13 Januari 2022 mendatang. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Sehari-hari menulis dan mengajukan pertanyaan random ke orang-orang. Di akhir pekan sibuk menyelami seni tarik suara dan keliling Jakarta.