Trends

TERKADANG TELAT NIKAH LEBIH BAIK, DARIPADA DEPRESI DIKIT KELUARGA JADI KORBAN

Melihat kasus ayah bunuh anaknya, atau ibu yang menelantarkan anaknya agaknya membuat kita merenung bahwa menikah telat tapi punya persiapan matang tampaknya lebih baik.

title

FROYONION.COM – Setiap orang memiliki pilihan dan preferensi masing-masing dalam menjalani kehidupan, termasuk soal pernikahan. Beberapa orang memiliki angan-angan yang tinggi jika berbicara soal pernikahan. Mereka berpikir bahwa bahtera rumah tangga akan selalu indah bagaikan kehidupan fantasi di negeri dongeng.

“Halah nggak usah dipikirin yang penting nikah dulu, nikah tuh nikah saja gampang kok rezeki sudah ada yang ngatur, tinggal ke KUA beres.”

Begitu kira-kira ucap mereka yang menggampangkan pernikahan.  Namun, kenyataan realita tak seindah kisah percintaan di drama korea (drakor).  

Pada kenyataannya menikah punya banyak sekali pertimbangan dan perlu persiapan serta kematangan mental baik dari suami istri agar kehidupan yang akan dijalani berjalan lancar serta sesuai dengan harapan. 

Beberapa faktor seperti faktor ekonomi, pendidikan, dan karir dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk menunda pernikahan.

Tak bisa dipungkiri bahwa menikah di usia muda memiliki manfaat seperti memiliki lebih banyak waktu untuk membangun keluarga dan karir, namun terkadang menikah terlalu cepat juga dapat menimbulkan masalah, terutama jika seseorang belum siap secara emosional dan finansial.

BACA JUGA: MENGAPA ANAK MUDA JAMAN SEKARANG MALAS MENCARI PASANGAN ATAU MENIKAH?

Sementara itu, risiko lainnya ketika menikah terlalu cepat juga dapat memicu stres dan depresi pada pasangan, yang dapat mempengaruhi hubungan dan keluarga yang dibangun.

Terkadang, menunggu untuk menikah bisa membantu seseorang untuk lebih mempersiapkan diri secara mental dan finansial sehingga dapat membangun keluarga yang lebih stabil dan bahagia. 

Hal ini sejalan dengan penelitian dari Markman dalam The Pre-marital Communication Roots of Marital Distress and Divorce: The Pre-marital Communication Assessment menunjukkan bahwa kesiapan mental pasangan sebelum menikah dapat memprediksi keberhasilan pernikahan mereka dalam jangka panjang. 

Pasangan yang memiliki kesiapan mental yang baik cenderung memiliki tingkat kepuasan dan komitmen yang lebih tinggi dalam pernikahan mereka.

Contoh kasus ketidaksiapan pernikahan yang sekarang ini lagi viral adalah kasus Muhammad Qodad Afalul atau Affan yang dengan keji membunuh anaknya yang masih berusia 9 tahun. 

Pria asal Desa Putat Lor, Menganti Gresik ini tega berhabisi anaknya berinisial AZ (9) saat sang buah hati sedang tidur terlelap di kamarnya. Akibat kejadian tersebut, AZ meninggal usai mengalami 24 luka tusuk di bagian punggung hingga tembus ke jantungnya.

Dari laporan di Detik.com, Affan mengakui bahwa ia tidak menyesali tindakannya membunuh anaknya. Ia berkeyakinan bahwa anak-anak yang meninggal akan masuk surga, dan ia membunuh anaknya karena merasa kasihan melihat anaknya sering memikirkan sang ibu yang telah pergi. Alasan ini memperkuat tekadnya untuk membunuh anaknya sendiri.

BACA JUGA: KONSEP INTIMATE WEDDING JADI BARANG MEWAH BUAT ANAK DESA

Diketahui sebelum tepatnya tiga hari sebelum kejadian istri Affan meninggalkan rumah. Menurut keterangannya, sang istri kembali ke pekerjaannya yang dulu pernah dilakukannya sebelum menikah yaitu sebagai pemandu lagu atau LC (Ladies Companion). 

Meski demikian, Ia membantah jika alasan dirinya membunuh putrinya karena sakit hati ditinggal istrinya menjadi LC. Ia hanya ingin putrinya tidak lagi memikirkan keadaan keluarga yang sudah terlanjur berantakan.

“Makanya saya bunuh, biar anak saya masuk surga. Karena belum dewasa, pasti masuk surga, tidak terbebani dengan dosa-dosa orang tuanya. Daripada anak saya tersiksa di dunia memiliki ibu yang banyak dosa,” ujar Affan, Sabtu 29 April 2023 dikutip dari Detik.com oleh Froyonion.com.

“Sekarang kan anak saya sudah bahagia di akhirat, jadi gak perlu lagi mikir saya dan ibunya,” pungkasnya.

Ia mengaku tidak ingin putri semata wayangnya memikirkan latar belakang dan kelakuan ibunya. Ia tak tega mendengar cerita dari putrinya yang kerap mendapat bully-an dari teman-teman sebaya karena memiliki orang tua dengan latar belakang yang buruk.

Bukan, malah berjuang dan membenahi kembali kehidupannya untuk sang putri tercinta, Affan malah membuat jalan pintas dengan membunuh putrinya tersebut dengan alasan yang cukup tidak masuk akal. 

Kasus tragis seorang ayah yang membunuh anak kandungnya karena masalah ekonomi dan ketidaksiapan mental sebelum menikah memang menjadi sebuah kejadian yang sangat menyedihkan dan tidak seharusnya terjadi. 

Lewat kejadian ini, kita semua bisa berbenah diri bahwa perlu mempersiapkan segala hal bukan hanya mental, namun juga fisik dan dan finansial sebelum kita memutuskan untuk menikah.

BACA JUGA: SUKA DUGEM TAPI NGGAK ‘MINUM’, EMANG SALAH?

Beberapa waktu lalu juga sempat heboh mengenai dengan fenomena ‘childfree’, yaitu ketidak inginan seseorang untuk memiliki anak. 

Mereka memilih untuk tidak memiliki anak karena beberapa alasan, seperti faktor ekonomi, kesehatan, karier, atau ketidakpercayaan pada institusi pernikahan. Namun, ada juga sebagian orang yang tidak ingin memiliki anak karena takut tidak mampu menjadi orangtua yang baik atau merasa tidak siap secara mental. 

Lewat kasus di Gresik ini, tampaknya menerapkan sistem childfree mungkin tidak ada salahnya. Lebih baik menunda menikah atau menikah tanpa anak daripada, anak yang akan menjadi korban. Karena pada dasarnya mereka juga tidak meminta untuk dilahirkan.

Kasus-kasus semacam ini sering kali terjadi, dan bukan hanya satu kali. Lantas apa penyebab hal semacam ini bisa terjadi?

BACA JUGA: PERIIBUMI AJAK GEN-Z UNTUK LEBIH MENGENAL DONGENG SEBELUM BERENCANA MENIKAH

Hal ini dapat terjadi ketika seseorang menikah terlalu cepat atau asal-asalan dalam menjalin hubungan. Dalam sebuah hubungan yang serius, perlu waktu dan usaha untuk membangun kedewasaan emosional dan kesiapan mental untuk menjadi orangtua yang bertanggung jawab. 

Menikah terlalu cepat atau asal-asalan dapat menghasilkan anak-anak yang tidak diinginkan atau terlantar, serta orangtua yang tidak mampu memberikan dukungan dan tanggung jawab yang dibutuhkan.

SEBELUM MENIKAH ADA BAIKNYA IKUTI KELAS PRANIKAH DAN BELAJAR PARENTING

Lalu apa kira-kira yang harus dilakukan sebelum memiliki memutuskan untuk menikah?

Mungkin jawaban yang paling tepat adalah mengikuti kelas pranikah dan belajar tentang parenting. Selain kesiapan fisik, mental, finansial, perlu juga persiapan lain seperti mengikuti kelas pranikah merupakan dua hal yang sangat penting bagi pasangan yang ingin mempersiapkan diri sebelum menikah.

Parenting atau pola asuh memiliki pengaruh besar dalam perkembangan anak, dan pasangan yang sudah memiliki pemahaman tentang hal ini sebelum menikah akan lebih siap dalam menghadapi tanggung jawab menjadi orang tua. Kelas pranikah, di sisi lain, memberikan kesempatan bagi pasangan untuk mempelajari dan mempersiapkan diri secara menyeluruh sebelum memasuki tahap pernikahan.

BACA JUGA: KENAPA AKTRIS CILIK KOREA SELATAN BISA PUNYA GAYA BICARA YANG BAGUS DAN SOPAN?

Dalam kelas pranikah, pasangan akan mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan pernikahan, seperti komunikasi, konflik, keuangan, dan juga kesiapan psikologis dan emosional. 

Kelas ini juga bisa membantu pasangan untuk menentukan nilai-nilai dan harapan mereka dalam pernikahan serta bagaimana mereka akan menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul di masa depan.

Selain itu, parenting juga menjadi hal yang sangat penting bagi pasangan yang sudah menikah dan memiliki anak. Pola asuh yang tepat dan pengasuhan yang baik dapat membantu anak tumbuh dan berkembang dengan baik secara fisik, mental, dan emosional. 

Orang tua yang memiliki pemahaman yang baik tentang parenting dan memiliki keterampilan dalam mengasuh anak juga akan lebih siap dan mampu menghadapi berbagai tantangan dalam membesarkan anak mereka.

Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk menikah atau memiliki anak, penting bagi seseorang untuk mempertimbangkan kesiapan mental, fisik, dan finansial mereka. Bila masih merasa tidak siap, maka lebih baik menunda atau menghindari untuk sementara waktu, daripada melakukan hal yang merugikan bagi diri sendiri dan orang lain. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Anandita Marwa Aulia

Hanya gadis yang suka menulis