Lifestyle

KASUS ACT BIKIN TRUST ISSUE MAKIN PARAH

Kasus penggelapan dana bantuan oleh yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), membuat kepercayaan publik tercederai. Apa yang bisa lakukan?

title

FROYONION.COM - Suatu hari setelah menghabiskan tiga hari di Jogja buat kumpul acara menulis bersama komunitas, gue akhirnya balik ke Surabaya. Kereta jarang sekali menjadi pilihan gue, apalagi pesawat. Karena satu-dua hal, gue lebih nyaman naik bus.

Di terminal seringnya lo bakal bertemu dengan orang-orang yang barangkali lo berdoa supaya nggak bertemu mereka. Misalnya orang yang tiba-tiba mengangkut barang-barang bawaan lo ke bus yang padahal lo nggak berniat naik bus itu meskipun jurusannya mirip-mirip.

Atau seperti gue yang pernah berjumpa sama orang yang doyan mengumbar cerita sedih, untuk mendapat belas kasihan lo supaya dapat duit.

Singkat cerita, gue yang saat itu berada di mushola terminal sebelum berangkat nyari bus, didatangi dengan bapak-bapak bertampang lusuh.

Blio memulai percakapan dengan basa-basi, bertanya habis dari mana dan sebagainya. Hingga akhirnya blio memulai cerita sedihnya.

Blio bercerita, sebetulnya blio ke Jogja buat mencari anaknya. Sayangnya, usahanya itu gagal. Anaknya nggak ketemu. Dan blio bermaksud balik ke Surabaya. Sialnya, blio kehabisan ongkos.

Dari narasi ini, jelaslah apa yang kemudian bakal blio minta. Ya, blio minta ongkos buat balik ke Surabaya.

Sebetulnya gue curiga. Tapi karena iseng, gue mengiyakan dan bilang, "Wah kebetulan saya juga mau ke Surabaya. Bisa bareng saya nanti."

Setelah mendengar itu, blio berusaha menampilkan tampang yang sumringah. Blio mengiyakan ajakan gue, tapi blio pamit sebentar buat mengambil barang bawaannya yang blio titipkan di warung, entah warung yang mana. Dan setelah setengah jam gue menunggu, blio nggak lagi menampakkan batang hidungnya.

Kejadian itu sudah lama berlalu, hingga akhirnya gue menemukan ada situs penggalangan dana buat mereka yang butuh bantuan, bernama ACT alias Aksi Cepat Tanggap.

Di akun sosmed gue, sering gue jumpai satu-dua orang yang membagikan postingan dari ACT.

Konsep postingannya cenderung sama, yaitu menampilkan foto seseorang yang butuh bantuan, yang dibingkai dengan cerita-cerita sedih. Terkadang juga mereka menyertakan sebuah hadist demi membuat orang tergerak untuk menyumbang.

ACT nggak pernah terdengar lagi oleh gue, semenjak gue jarang menjelajah sosial media, karena satu-dua alasan (misal, karena mantan sering upload foto pacar barunya, haha).

Kabar soal ACT kembali gue dengar saat kasus penggelapan dana bantuan oleh petinggi ACT mencuat ke publik, utamanya lewat majalah Tempo.

Nggak jelasnya aliran dana bantuan yang didapat dari dompet masyarakat yang berdonasi, banyaknya proyek kemanusiaan yang mangkrak, hingga beredarnya kabar bahwa dana yang diterima oleh orang-orang yang cerita sedihnya dijual jumlahnya jauh dari dana yang terkumpul.

Di masa sekarang, ketika trust issue menjadi masalah serius, utamanya di kalangan anak muda, kabar ini jelas bakal menggerus kepercayaan publik kepada lembaga kemanusiaan.

Bukan nggak mungkin, lo yang sebetulnya dermawan, jadi ragu-ragu menyumbang karena lo curiga, apakah dana itu bakalan sampai ke orang yang betulan membutuhkan?

Ya, kasus yang menimpa ACT ini betulan merusak kepercayaan publik pada hal-hal yang dikemas dengan embel-embel untuk "kebaikan".

Rasanya percaya pada orang lain bakal jadi hal yang makin mustahil dilakukan sekarang, ketika di sekitar lo, yang lo dengar dan lihat tiap hari makin bikin lo curiga.

Seperti, pejabat yang kerap mengingkari janji dan doyan maling duit rakyat; tokoh agama yang ternyata jadi pelaku pencabulan; seorang motivator yang quote-nya kerap lo skrinsut sebagai pengingat diri ternyata seorang predator seksual; dan kali ini badan sosial yang lo harapkan bisa membantu mereka yang membutuhkan ternyata menggelapkan dana.

Dengan segala contoh buruk di atas, apa yang bisa bikin lo percaya sama orang lain? Alhasil hidup kita jadi penuh rasa curiga dan waspada. Nggak heran, kalau bakal banyak orang yang lebih suka hidup soliter.

Cerita sedih yang kerap dijual ACT, seenggaknya mirip-mirip cerita sedih yang dikisahkan bapak-bapak yang gue temui di terminal. Lo mungkin berharap menemukan satu-dua tips buat membedakan apakah cerita sedih itu benar atau nggak? Bahkan lebih jauh lagi, lo mungkin berharap satu-dua tips agar lo tahu pasti donasi lo sampai ke orang yang tepat?

Sayangnya nggak ada. Atau lebih tepatnya cukup mustahil buat lo lakukan. Jangankan lo, pemerintah saja yang menangani begitu banyak lembaga, dalam menyalurkan BLT saja kerap salah sasaran kok.

Bagi lo yang berada dalam barisan kaum double job, generasi sandwich, lo yang selalu dikejar deadline, ketimbang memikirkan hal semacam itu, lo mungkin lebih memilih fokus bekerja. Pokoknya kerja, kerja, dan kerja!

Yang bisa lo lakukan, ketika lo mau menyumbang, pastikan saja lo ikhlas ngasihnya. Saat lo ikhlas, lo nggak bakal mikirin pemberian lo itu lagi, apalagi sampai penasaran apa sumbangan lo bakal berada di tangan yang tepat. Jika di hati lo ada keraguan, meskipun sedikit, mendingan lo jangan nyumbang. Bagaimanapun lo juga berhak menolak. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Shofyan Kurniawan

Shofyan Kurniawan. Arek Suroboyo. Penggemar filmnya Quentin Tarantino. Bisa dihubungi di IG: @shofyankurniawan