Lifestyle

IKUT DEMONSTRASI NGGAK HARUS PAHAM BETUL SUBSTANSI YANG DISUARAKAN

Jefri Nichol dianggap hanya ikut-ikutan dalam menolak UU Cipta Kerja. Padahal yang namanya massa aksi tidak wajib tahu secara detail tentang permasalahan yang ada di dalamnya. Udah berusaha aware aja itu udah bagus. 

title

FROYONION.COM - DPR yang katanya wakil rakyat, pada 21 Maret 2023 lalu telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-undang. Pengesahan ini menuai banyak sekali penolakan. Bagaimana tidak, berbagai pihak menilai bahwa UU Ciptaker memiliki berbagai pasal yang bermasalah. 

Dirangkum dari berbagai sumber, pasal-pasal yang bermasalah antara lain adalah tidak adanya cuti panjang dan hamil, perusahaan bisa melakukan PHK secara sepihak, dan parahnya lagi UU ini lebih mengutamakan kepentingan pemodal daripada rakyat. Berarti jelas bahwa UU Ciptakerja tidak memenuhi kebutuhan masyarakat sipil. 

Makanya hal itu tidak bisa didiamkan, banyak kalangan yang menyuarakan penolakan tentang UU Cipta Kerja. Dari mulai pembuatan meme yang sempat ramai di media sosial, seperti meme ketua DPR, Puan Maharani yang berbadan tikus oleh BEM UI lalu disusul dengan meme-meme serupa oleh BEM dari universitas lain, hingga melakukan demonstrasi di berbagai kota, salah satunya di Jakarta. 

Di ibu kota sendiri, aksi penolakan UU Ciptaker dilakukan pada Kamis, 06 April 2023 yang bertempat di depan gedung DPR, Senayan. Ada aktor ternama, Jefri Nichol yang juga turut terlibat di dalamnya. Bahkan ia sempat melemparkan bangkai tikus ke dalam gedung DPR. Kerja bagus Mas Jefri!

Tentu keterlibatan Jefri ini menuai banyak sorotan. Pelbagai media yang ada di Indonesia turut mengangkatnya. Karena memang seperti kita tahu, jarang-jarang ada artis atau public figure yang melebur di dalam masa aksi. 

Malahan sempat dulu pas awal-awal polemik RUU Cipta Kerja/Omnibus Law, tepatnya pada 2020 lalu, ada beberapa public figure yang meng-endorse UU Ciptaker ini. Sebut saja seperti Gading Marten, Ardhito Pramono, Cita-citata, dan masih banyak lagi.  Kalau kalian kepo siapa saja orang-orangnya, silahkan cek sendiri di Google.

Kembali lagi ke Jefri, aksinya ini sebenarnya perlu untuk diapresiasi, terlepas dia sempat viral lantaran aksi “doxing” dan “boxing”. Tapi sayang, bukan apresiasi yang didapatnya,  justru selang dirinya melakukan demonstrasi, di media sosial keterlibatannya menuai berbagai macam cibiran. Banyak yang mengatakan ia hanya ikut-ikutan saja, tidak paham substansi yang dikritik, tidak baca undang-undangnya, hanya sekedar mencari popularitas, dan sederet nyinyiran lainnya. 

Melihat hal itu rasa-rasanya mereka keliru. Karena orang yang berdemonstrasi tidak wajib mengetahui substansi apa yang disuarakan. Namanya juga massa aksi. Apalagi dalam hal ini Jefri statusnya hanyalah artis, pemain film, bukan pakar kebijakan publik atau akademisi yang idealnya harus memahami keseluruhan isi undang-undang itu. Jadi sah-sah saja. Pada intinya kalau yang ikut demo cuma yang paham secara menyeluruh tentang undang-undang udah pasti demonya sepi. Anyep.

Bahkan ketika mengacu sewaktu dulu demo besar-besaran pada tahun 1998, sudah jadi barang tentu tidak semua demonstran tahu secara persis seluk beluk kebobrokan rezim Soeharto. Tapi karena kekompakan semuanya, reformasi benar-benar terjadi. 

Ok kalau hal itu kejauhan, yang sekarang aja deh. Bisa jadi Jefri atau massa aksi lainnya paham betul tentang permasalahan yang ada, cuma berhubung mereka grogi saat ditanya oleh wartawan mereka bingung merangkai kata/kalimat yang pas. Mereka takut akan kalau terjadi apa-apa. Tahu sendirilah ada pasal karet yang bernama UU ITE. Ngeri, euy.

Kalau masih kurang puas, bantahan lainnya, bukankah mereka yang tidak ikut demo juga tidak paham apa yang menjadi persoalan? Sama-sama nggak paham kok malah menyalahkan. Malah lebih mending yang ikut demonstrasi, karena dengan begitu bisa jadi mereka mendapatkan pemahaman tentang isu yang dipermasalahkan. Jadi kalian yang apatis lebih baik menerapkan prinsip “diam itu emas”. 

Udah bagus juga ada artis yang aware dan mencoba untuk mengkritisi kebijakan yang ada di Indonesia. Karena dia punya power dan dengan begitu tidak menutup kemungkinan bahwa secara tidak langsung membangkitkan ruh diskusi/obrolan di kalangan penggemarnya. Jadi nggak usah banyak julid deh. 

Ngomong-ngomong, sebenarnya bukan hanya Jefri saja yang menjadi sasaran karena dirasa nggak tahu substansi isu yang dibicarakan, sebab jika flashback ke beberapa aksi-aksi sebelumnya, banyak di kalangan demostran yang dinilai tidak memahami apa yang disuarakan. 

Seperti contoh kalau dulu ada anak sekolah ikut demonstrasi hanya dianggap sekedar ikut-ikutan. Bahwa hal itu selalu menjadi permasalahan yang selalu diulang. Padahal kalau amin-aminnya tuntutan massa aksi dipenuhi kita semua ikut seneng. 

Toh juga semua orang bebas berpendapat dan mengekspresikan. Hal itu sudah dijamin sama oleh konstitusi. Yang mau menyuarakan aspirasi bagus, yang enggak bisa menyuarakan karena ada tanggung jawab lain seperti perkerjaan lebih baik support atau minimal diam saja, nggak usah mencibir. 

Jangan sampai kita membuat konflik horizontal. Jangan sampai mau dibentur-benturkan.  Karena musuh kita bersama itu ketidakadilan, kebijakan yang sewenang-wenang, para pemimpin yang korup, bukan sesama warga sipil. 

Atau jangan-jangan kalian yang selalu memojokan dan mengadu domba demostran dengan netizen atau warga sipil adalah para buzzeRp? Kalau benar begitu, mending cepet-cepet tobat. Inget umur. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khoirul Atfifudin

Masih berkuliah di Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. Saat ini sedang memiliki ketertarikan pada dunia musik dan tulis-menulis.