Tech

NFT: SERBA-SERBI KARYA SENI DIGITAL, ANAK MUDA PERLU TAU!

NFT seolah jadi kata paling keren akhir-akhir ini. Tapi masih merasa nggak paham dengan NFT? Artikel ini cocok buat kamu yang masih bingung sama NFT. Simak penjelasan soal NFT, tips dan trik yang kamu wajib ketahui, serta serba-serbi dunia NFT yang lagi booming dari seorang NFT artist asal Indonesia.

title

FROYONION.COM - Mungkin kalian ada yang udah pernah denger berita tentang istrinya si Elon Musk, yaitu Grimes, yang bisa dapetin 6 juta dollar dari hasil jualan digital art sebagai NFT. Karya digital doi berupa seri dari 10 buah digital art yang dicopy jadi sekitar 700 buah copy berhasil terjual lewat proses lelang di bulan Februari kemarin.

Nggak cuma kalian yang mungkin bingung atau terheran-heran sama NFT yang lagi booming sekarang ini, banyak orang ngerasain hal yang sama. Biar nggak FOMO, sekarang kita perlu tau, sebenarnya apa sih NFT itu?

NFT APAAN SIH? KOK BOOMING BANGET?

Dilansir dari sebuah artikel oleh “The Verge”, NFT merupakan singkatan dari “Non Fungible Token” yang berarti suatu barang (token) yang nggak bisa digantikan atau ditukar dengan barang lainnya. 

Tapi secara umum, kolektor atau pembeli dari sebuah karya NFT bakal punya “rasa” kepemilikan terhadap karya digital yang mereka beli. Biasanya, karya ini berupa gambar, animasi, atau video, yang disulap menjadi bentuk token unik yang dicetak di dalam blockchain mata uang kripto.

Kebanyakan NFT yang ada sekarang merupakan bagian dari blockchain Ethereum. Ethereum ini sendiri mirip-mirip sama Bitcoin dan Dogecoin, sama-sama sebuah mata uang kripto. Bedanya, blockchain Ethereum ini udah mendukung untuk dikembangkan sebagai NFT yang mungkin udah sering kita liat. Tapi, ada juga beberapa blockchain selain Ethereum yang juga bisa mencetak token NFT versi mereka sendiri.

NFT pada dasarnya menjadi sebuah bentuk dukungan atau apresiasi secara finansial dari pembeli artwork kepada si kreator. Masing-masing karya itu unik, maka dari itu, disebut non fungible karena tidak bisa disetarakan atau ditukar dengan karya NFT lain, tapi tokennya tetap bisa kita perjualbelikan dengan mata uang kripto.

Kalian tetap bisa download gambar NFT yang udah dibeli sama orang lain, tetep bisa juga di-print untuk dipajang di kamar. Tapi, yang jadi pembeda adalah sense of ownership (rasa kepemilikan) dari gambar itu. Sama kaya lukisan fisik yang bisa aja kalian copy dan pajang, tapi gambar asli dan original tetep punya kreatornya, dan “sertifikat” atau token karya NFT itu punya si pembelinya. Singkatnya, ketika kalian udah membeli salah satu karya NFT, kalian bisa merasa bangga karena kalian punya one-of-a-kind token (token unik) dari karya NFT yang kalian beli.

BISA OTODIDAK

Nah Civs, untuk mengusir rasa penasaran gue terhadap dunia NFT, gue mewawancarai seorang motion designer, 2D animator dan juga 3D artist yang telah menjual karya-karyanya sebagai NFT, yaitu Rifqi Ardiansyah atau biasa dikenal dengan @rubahitam_ di dunia maya.

Mengawali karier pada tahun 2009 sebagai freelance animator 2D saat masih duduk di bangku SMP, Rifqi kemudian mengasah keahliannya dan mempelajari animasi 3D saat beranjak ke bangku SMA. Ketika kuliah, Rifqi mengambil jurusan Bahasa Inggris, tetapi masih terus memiliki minat dan menggeluti dunia seni. Hal yang kerennya, semua ilmu tentang desain dan animasi dipelajari oleh Rifqi secara otodidak.

Awalnya, Rifqi sering showcase karya-karyanya lewat Instagram, dan kemudian bergabung dengan sebuah komunitas motion graphic di Facebook. Dimulai dari sini, doi mulai mendengar tentang dunia NFT pada awal tahun 2020 namun belum tertarik untuk terjun langsung sebagai kreator NFT. 

Baru pada bulan Oktober 2020, sebuah platform atau marketplace NFT bernama superrare.com menawarkan Rifqi untuk bergabung sebagai salah satu kreator. Berawal dari ajakan yang out of nowhere ini, Rifqi kemudian memasarkan karya-karya digitalnya di marketplace ini hingga sekarang.

Bagi Rifqi, inspirasi yang mendasari karya-karyanya datang dari minat dan hal-hal yang ada di keseharian doi, seperti tentang teknologi, gadget, workspace, dan makanan. Inspirasi lain juga datang dari Studio Ghibli yang memproduksi animasi atau kartun yang terasa nostalgic dengan masa kecilnya.

Indonesia sendiri dinilai sudah memiliki ekosistem NFT yang cukup luas. Contohnya sudah ada server Discord yang bernama “NFT Asia” yang berisi banyak artist NFT dari Indonesia dan artist NFT se-asia. Begitupun juga dengan Twitter, platform di mana banyak terjadi interaksi dan mempromosikan karya antar kreator NFT asal Indonesia.

Kalo bicara soal harga yang dipatok pada karya NFT, Rifqi awalnya sempat kesulitan dalam menentukan nilai atau harga dari karyanya. Saat itu, sebagai kreator yang baru menyelami dunia NFT, doi mengakui bahwa soal harga lebih memilih untuk let if flow.

Sistem auction atau lelang pada karya NFTnya saat itu masih di-bid (ditawar) dengan harga di bawah 1 ETH (1 ETH = Rp ±54 juta, nilai fluktuatif). Lama kelamaan, karyanya berhasil ditawar di harga 1 sampai 2 ETH. 

Doi menilai bahwa karya-karya yang dipasarkan sebagai NFT harus dijaga nilai atau harganya. Usahakan bahwa karya-karya selanjutnya harganya tetap dapat meningkat dibandingkan dengan karya-karya sebelumnya, kemudian juga harus sabar dalam menjaga batas harga tersebut.

Terkait harga, dalam proses memasang karya NFT untuk bisa “tinggal” di dalam blockchain seperti yang dijelaskan di atas biasanya disebut minting. Karya yang mau dijual sebagai NFT harus di-mint ke dalam blockchain (biasanya Ethereum) sebelum bisa diperjualbelikan.

Dalam proses minting, ada biaya yang harus dikeluarkan oleh si kreator, biasanya disebut gas fee atau “ongkos bensin” lah ya secara harafiah. Jadi, si kreator juga perlu punya “modal” untuk memasarkan karyanya sebagai NFT. Untuk proses ini, kreator juga perlu untuk menyambungkan wallet atau dompet mata uang kripto sebelum bisa minting.

Selain biaya minting, masing-masing marketplace NFT juga punya biaya komisi atau commision fee, atau bisa juga disebut sebagai service fee. Biaya-biaya ini adalah biaya yang otomatis memotong pendapatan kalo karya kita berhasil terjual di marketplace. Sebagai contoh, marketplace yang bernama foundation.app mematok service fee sebesar 15% pada setiap karya NFT yang terjual.

Nah, berbagai pengeluaran ini yang harus diperhatikan sebelum minting karya NFT. Pastikan reserve price atau harga dasar terhadap karya NFT di atas total modal yang harus dikeluarkan setelah proses minting itu tadi. Jadi, memang agak sulit rasanya untuk seorang kreator dalam mematok harga karya seni digitalnya sebagai NFT, banyak pertimbangan perihal modal dan juga tingkat kesulitan dalam membuat karya itu sendiri.

Ada sebuah solusi bagi kreator pemula yang ingin meminimalisir pengeluaran gas fee dalam proses minting karya NFT. Rifqi menjelaskan bahwa ada sebuah blockchain dari mata uang kripto yang bernama Tezos, dan marketplacenya bernama HEN.

Melalui blockchain Tezos, gas fee hanya dipatok sebesar 0.05 Tezos atau sekitar 5 ribu sampai 10 ribu rupiah. Pastinya hal ini bisa jadi solusi buat kreator pemula yang belum pernah terjun di dunia NFT sebelumnya, bisa jadi pengalaman minting pertama yang pengeluarannya nggak bikin dompet bolong, Civs.

Selain itu, ada marketplace lain yang gas feenya bisa dibayar di belakang, namanya mintable.app. Tetap sama seperti marketplace yang lainnya, wallet perlu disambungkan dengan mintable sebelum bisa minting di marketplace tersebut.

Doi menilai, bahwa apresiasi finansial terhadap karya-karya di luar NFT yang diciptakan oleh artist maupun desainer freelance masih cukup memprihatinkan. Dengan adanya platform seperti NFT, sebuah karya lebih bisa dihargai oleh pembeli karena sang kreator bisa menentukan harga yang sesuai terhadap karya yang telah dibuat.

ISU PLAGIARISME DAN KEAMANAN DI DUNIA NFT

Bicara soal plagiarisme, karya digital juga punya potensi untuk “dijiplak” oleh oknum yang nggak bertanggung jawab, Civs. Nggak bisa dipungkiri juga bahwa kemajuan teknologi seperti NFT yang lagi booming saat ini bisa membawa ancaman besar seperti kasus-kasus plagiarisme yang terjadi di kalangan artist lokal maupun internasional.

Dari beberapa kasus plagiarisme yang terjadi di kalangan NFT artist, memang nggak semuanya bisa disamaratakan. Contohnya seperti kasus yang menimpa salah satu ilustrator Indonesia yaitu Kendra Ahimsa, yang karyanya “dijiplak” oleh kreator NFT asal luar negeri, Twisted Vacancy.

Dalam artikel yang diterbitkan oleh The Finery Report, karya yang di-mint oleh Twisted Vacancy sebagai NFT menggunakan elemen-elemen serta pewarnaan yang serupa dengan karya Kendra. Namun, Twisted Vacancy berdalih bahwa mereka hanya menggunakan sekitar 10-20% dari elemen yang didapat dari karya Kendra. 

Twisted Vacancy memproduksi bank aset untuk elemen-elemen dalam karya mereka, aset-aset itu didapat secara online. Terkait kasus ini, salah satu elemen yang mereka ambil berasal dari karya Kendra. Mereka juga mengklaim bahwa ada miss terhadap elemen yang diambil dari karya Kendra, alasannya bahwa online persona Twisted Vacancy berisikan 28 orang dan kesalahan bisa aja terjadi.

Lalu, kalo ada kasus seperti ini, gimana penanganannya?

Di sini sebenarnya bagian yang membingungkan, karena NFT dan mata uang kripto itu sistemnya terdesentralisasi (peer-to-peer, tidak diatur pemerintah, tidak perlu terpusat), maka kejadian seperti ini belum bisa diproses secara legal, karena belum ada regulasinya dan mungkin nggak akan ada juga karena memang terdesentralisasi.

“Kalo di superrare, pertama pasti bakal ada investigasi, biasanya laporan ini datangnya dari pihak ketiga, jadi memang masih manual, belum ada algoritma seperti YouTube yang bakal otomatis takedown karya hasil plagiat,” kata Rifqi.

Karena berbasis komunitas, plagiarisme NFT yang sudah terbukti biasanya akan mendapatkan sanksi berupa peringatan awal, takedown karya, ataupun bisa diblacklist dari marketplace. Sanksi sosial juga bisa terjadi, seperti word of mouthantar para pembeli untuk nggak membeli karya dari kreator yang terbukti pernah menjiplak.

Perlu diingat juga, bahwa karya yang di-mint di marketplace akan menghasilkan token di dalam blockchain, yang berarti bahwa token yang pertama kali di-mint akan dinilai sebagai karya original. Jadi, karya hasil plagiat yang udah di-mint duluan sebelum karya aslinya akan tetap dianggap sebagai karya original, serem banget ya.

Di sini kehati-hatian dari kreator diperlukan banget. Masing-masing kreator perlu waspada terhadap potensi plagiarisme dari berbagai oknum, dan memastikan bahwa karyanya sendiri pun nggak tergolong plagiarisme. 

Beralih ke segi keamanan wallet atau dompet mata uang kripto, selain berbentuk dompet online ada juga yang disebut sebagai hardware wallet, yang bentuknya mirip kayak USB gitu. Rifqi sendiri udah mulai pakai hardware wallet supaya lebih aman dalam bertransaksi kripto dan NFT.

Nah, buat kalian yang baru terjun juga di ranah NFT, boleh banget untuk consider beralih ke hardware wallet. Sistemnya, ketika mau menyelesaikan transaksi, tanda tangan disimpan di dalam hardware wallet dan outputnya dikirim ke website, mobile, atau desktop app yang udah terasosiasi sama si hardware wallet itu tadi, jadi peluang wallet kita untuk di-hack itu lebih terminimalisir. 

TIPS UNTUK TERJUN SEBAGAI KREATOR NFT

Ada 2 tips yang dibagikan oleh Rifqi untuk kalian yang ingin bergabung di dunia NFT.

Pertama, “Matengin karya,”.

Artist kalo bisa punya ciri khas. Kalo dari kaca mata saya, kolektor tuh sangat menyukai artist yang punya ciri khas, punya identitas sendiri,” ujar Rifqi.

Ini bener banget Civs. Kalo karya kita pengen menonjol dan dikepoin kalangan kolektor, maka kita perlu konsisten terhadap ciri khas kita, bisa dari bentuk dan juga pewarnaan. Dari konsistensi ciri khas ini, nantinya kita bisa punya brandyang mudah diingat sama orang lain. Maka dari itu, kita harus embrace the uniqueness dan konsisten terhadap ciri khas itu.

Yang kedua, “Belajar marketing tipis-tipis”

Nggak menutup kemungkinan, sebagai kreator NFT, perlu adanya pemahaman tentang pemasaran. Penting banget untuk nggak cuma berkreasi dan membuat karya yang berkualitas, tapi juga tau gimana caranya supaya karya kita laku di marketplace.

Kolaborasi juga dinilai perlu dilakukan. Sebagai seorang artist, dibutuhkan jaringan atau networking yang bagus dengan artist lainnya. Banyak banget manfaatnya, contohnya seperti bantuan promosi terhadap karya yang dibuat, jadi karya kita lebih mudah dikenal sama calon pembeli.

Terkadang, kolaborasi unik seperti digital artist dengan musisi bisa aja dilakukan. Contohnya seperti music video yang dijual sebagai NFT hasil kolaborasi Grimes dan Mac Boucher, berhasil dimenangkan lewat auction di sekitaran harga $389.000.Jadi, dilihat dari adanya NFT ini, bisa ditarik poin bahwa perkembangan zaman emang nggak akan bisa dicegah. Seorang kreator ataupun pegiat seni perlu terus berinovasi dan mengikuti tren, dan juga nggak stuck di salah satu platform aja. Perlu untuk berhati-hati juga, sebab isu keamanan dan potensi scam/ plagiarisme juga pastinya akan meningkat seiring dengan pemanfaatan media digital. Kalo lo menempatkan diri lo sebagai pembuat karya seni, apakah lo mau ikutan terjun ke dunia NFT atau tetap stay di platform yang lebih konvensional, Civs? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Garry

Content writer Froyonion, suka belajar hal-hal baru, gaming, dunia kreatif lah pokoknya.