Iklan Apple untuk promosi iPad Pro menuai kecaman. Iklan tersebut dianggap tidak menghargai pengalaman nyata manusia karena menampilkan penghancuran benda-benda lalu menggantinya dengan iPad.
FROYONION.COM - Bukan Apple namanya kalau tak bikin heboh. Pada Februari lalu misalnya Apple merilis Vision Pro yang lekas menjadi viral, meskipun berangsur-angsur hype-nya mereda dan barangkali orang-orang kini telah melupakan produk itu pernah ada.
Baru-baru ini Apple kembali bikin heboh lewat produk terbaru yang mereka rilis yakni iPad Pro. Namun bukan produk itu sendiri yang menjadi topik utamanya, melainkan justru iklannya yang diberi tajuk Crush.
Iklan berdurasi satu menitan itu menuai kecaman dari sana-sini setelah menampilkan penghancuran pada benda-benda fisik yang digencet dengan mesin press hidrolik.
Yang bikin dramatis, orkestra penghancuran itu diiringi lagu All I Ever Need is You dari Sonny and Cher seolah Apple merayakan penghancuran benda-benda tersebut.
Di atas platform terdapat piano yang tampak mulus, lalu gitar, kemudian terompet. Ada juga pemutar musik vinyl, mesin ding dong, perangkat audio, buku-buku, dan televisi jadul yang menunggu buat digencet.
Hingga beragam jenis cat (mulai dari cat cair hingga cat semprot) yang bikin cairan berwarna-warni meluber ke mana-mana dan menambah kesan tragis pada video itu.
Dan yang kemudian tersisa dari itu semua hanyalah sebuah perangkat iPad Pro yang terlihat begitu pipih. Tebalnya kurang lebih cuman 5,1 mm saja.
Banyak orang menganggap iklan ini sebagai gambaran dari kematian ‘pengalaman fisik’ di tangan ‘pengalaman digital’. Apa-apa saja yang ‘maya (digital)’ telah menggantikan segala yang ‘nyata’.
Iklan-iklan yang dibikin oleh Apple selalu menarik karena selalu ada cerita dan pesan di baliknya. Tak melulu soal jualan saja, melainkan juga menghibur.
Formulanya terbilang umum sebenarnya, yakni: di mana ada masalah yang bisa diselesaikan oleh kemajuan teknologi, di situ produk Apple hadir sebagai solusi. Hanya saja biasanya pesan itu dibungkus dengan eksekusi yang sangat kreatif.
Misalnya, pada iklan Find Your Friend, Apple memperkenalkan fitur yang tertanam dalam iPhone. Sebuah fitur yang bisa digunakan oleh para user iPhone untuk menemukan lokasi pengguna iPhone lainnya di kerumunan orang.
Cara yang ditempuh Apple dalam iklan tersebut adalah dengan menampilkan segerombolan orang yang tengah meng-cosplay para karakter di franchise Star Wars.
Ceritanya, seseorang yang bertopeng tengah mencari orang bertopeng lainnya di tengah kerumunan orang yang sama-sama mengenakan topeng.
Jangan lupakan juga kampanye Apple bertahun-tahun silam lewat video yang menampilkan perbandingan antara iPhone dengan ponsel android. Kampanye yang mengajak orang-orang buat bermigrasi dari Android ke iPhone.
Namun tak seperti iklan-iklan sebelumnya yang selalu tepat sasaran, iklan Crush ini seolah punya pesan bercabang di baliknya yang dapat dimaknai secara berbeda.
Di satu sisi, mungkin Apple mau bilang, bahwa apa saja yang dapat dilakukan oleh manusia dengan benda-benda fisik yang berujung digencet itu, dapat dilakukan di perangkat supertipis bernama iPad Pro.
Jika benar begitu pesan yang ingin disampaikan oleh Apple, maka cara yang ditempuh mungkin cukup mewakili, hanya saja terlihat kelewat frontal dan berani. Sehingga tak heran jika kemudian pihak Apple panen hujatan dan memaksa mereka buat meminta maaf.
Cara Apple mengemas pesan dalam iklan itu, menggiring banyak orang untuk memaknainya secara berbeda juga.
Tak sedikit orang kemudian mengartikan, bahwa segala material fisik untuk aktivitas kreatif atau hiburan sudah tidak dibutuhkan lagi (dan mesti dihancurkan) karena semua bisa dilakukan dengan iPad Pro bersama deretan AI yang tertanam di dalamnya.
Dari situlah kesalahan Apple bermula. Branding yang mereka bangun selama ini sebagai solusi dan rekan bagi manusia, tercederai oleh iklan tersebut.
Lebih jauh lagi, orang-orang yang mengecam barangkali berpikir bahwa Apple ingin orang-orang punya ketergantungan pada produk Apple dan tak bisa lepas darinya.
Terlebih lagi di tengah gelombang penolakan terhadap teknologi AI, hadirnya iklan Crush ini menjelma sebagai sesuatu yang salah yang datang di waktu yang juga kurang tepat.
Banyak yang kemudian menilai Apple kurang peka terhadap isu AI yang mengancam pekerja kreatif. Penghancuran benda-benda itu dalam iklan seolah menggambarkan ke mana Apple lebih berpihak.
Juga di lain sisi memberi kesan bahwa Apple tak lagi menjadi rekan bagi para pekerja kreatif ini. Melainkan hadir untuk menggantikan mereka. Semoga tidak begitu.
Dalam sebuah wawancara, Steve Jobs pernah mengakui bahwa ia melarang anak-anaknya menggunakan iPad untuk mencegah kecanduan pada perangkat teknologi.
Ia bahkan dengan keras melarang anak-anaknya untuk menggunakan ponsel saat sedang makan bersama maupun acara kumpul keluarga.
Ketimbang menekuri iPad maupun iPhone, Steve Jobs justru menganjurkan anak-anaknya untuk menekuni aktivitas lainnya seperti membaca buku dan bicara soal sejarah. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemilik raksasa teknologi lainnya, Bill Gates, pada anak-anaknya.
Dengan kata lain, Steve Jobs sangat menganjurkan aktivitas dan pengalaman fisik yang nyata ketimbang aktivitas digital. Seolah blio tak ingin orang-orang punya ketergantungan berlebihan pada teknologi.
Sayangnya, belakangan ini semangat tersebut sepertinya mulai luntur dari Apple. Ketimbang meminta orang-orang berpegang pada apa-apa saja yang nyata dan teknologi hadir sebagai alat bantu saja, ada kesan Apple ingin membuat orang-orang punya ketergantungan akut pada teknologi.
Niatan itu dapat terendus misalnya pada dirilisnya Vision Pro kapan hari. Diakui atau tidak, hadirnya perangkat itu seolah menggiring orang-orang untuk menggunakannya sepanjang hari.
Itu dapat dilihat bagaimana user Vision Pro berjalan-jalan ke mana pun bahkan mengemudikan mobil dengan mengenakan perangkat itu di depan mata mereka. Dan hanya bakal dilepas ketika ia kehabisan baterai buat di-charge atau si pengguna sedang tidur.
Tak hanya itu, ekosistem Apple yang terkesan eksklusif dan hanya bisa digunakan secara maksimal oleh pengguna produk Apple ikut memperkuat anggapan tersebut.
Terlebih lagi semua produk Apple saling terintegrasi satu sama lain. Oleh karenanya menjadi bagian dari ekosistem Apple, akan memaksa orang-0rang untuk membeli produk iDevice lainnya.
Namun saya kira, tidak adil jika cuman memaki Apple saja atas iklan tersebut, hanya karena mereka lebih berani menunjukkan niat secara benderang.
Sebab boleh dibilang semua raksasa teknologi sekarang berlomba-lomba agar produknya laku dan membuat konsumen betah menggunakan produk mereka.
Hadirnya HarmonyOS yang menunjang ekosistem Huawei menunjukkan Apple bukanlah satu-satunya penguasa teknologi, bukan pemain tunggal dalam bidang ini.
Persaingan ini mencegah Apple menjadi sosok Big Brother seperti dalam iklan pertama mereka 1984 (menyadur novel George Orwell) yang mereka pakai buat mempromosikan Macintosh.
Namun iklan Crush bisa jadi juga merupakan gambaran masa depan manusia. Bakal seperti apa nantinya kehidupan manusia belasan atau puluhan tahun ke depan?
Dengan masifnya kemajuan teknologi, ada banyak hal dalam kehidupan kita mulai tergantikan. Banyak peran yang sebelumnya diisi oleh manusia, bisa diwakilkan oleh teknologi.
Bukankah sekarang sudah umum terjadi para orangtua membiarkan anak-anak mereka bermain gawai seharian hanya karena tak mau repot mengurus anak?
Di masa depan bisa jadi sejumlah profesi, bahkan profesi yang membutuhkan keahlian khusus seperti pekerjaan di bidang kreatif, satu persatu akan punah.
Bukan tak mungkin di masa depan tak lagi ada orang yang memainkan alat musik seperti gitar, piano, maupun terompet. Karena semua orang bisa memainkan bunyi-bunyian yang dihasilkan alat-alat musik itu hanya lewat perangkat seperti iPad ini.
Bahkan mungkin mereka tak perlu repot belajar musik segala, sebelum bisa meramu nada buat dijadikan lagu. Cukup mengandalkan data-data yang dihimpun oleh AI dan mereka tinggal memasukkan perintah soal jenis lagu apa yang ingin mereka bikin.
Untungnya ini baru mungkin. Bisa jadi iya, mungkin juga tidak. (*/)