Lifestyle

MANUSIAWIKAH HUKUMAN MATI BAGI PEMERKOSA 12 SANTRIWATI?

Hukuman mati bagi pelaku pemerkosaan keduabelas santriwati di Bandung telah dituntutkan kepada Herry Wirawan. Pertanyaannya, apakah hukuman mati bisa dianggap setimpal atau justru melawan kemanusiaan jika dilihat dari kacamata hukum?

title

FROYONION.COM - Pada Selasa (11/1) lalu, Herry Wirawan sebagai terdakwa kasus pemerkosaan 12 santriwati di Bandung, Jawa Barat, dituntut hukuman mati. 

Herry Wirawan adalah guru di sebuah pondok pesantren di Cibiru, Bandung. Terungkap bahwa ia melakukan perbuatan kejinya kepada 12 santriwati dan 7 di antaranya telah melahirkan 9 orang anak. 

Rupanya, hukuman mati bagi Herry yang dibacakan langsung oleh Kepala Kejati Jawa Barat, Asep N. Mulyana, ini banyak menuai pro dan kontra.

Dilansir dari Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, hukuman mati merupakan jenis pidana yang terberat dibandingkan dengan pidana lainnya karena pidana mati merenggut nyawa seseorang.  

Jika mengacu pada Universal Declaration of Human Rights khususnya pada Pasal 3 yang mengatakan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan sebagai individu, serta Pasal 5 bahwa tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak mausiawi atau dihina, maka pidana mati yang dituntutkan pada Herry telah melanggar HAM. 

Tuntutan pidana mati ini lantas ditolak oleh Komnas HAM yang mengusulkan hukuman seumur hidup sebagai ganjaran yang lebih setimpal. 

Perlu dipahami juga kalau pidana mati yang dituntutkan kepada terdakwa mengacu kepada beberapa landasan hukum yang berlaku di Indonesia.

Seperti UU No.23/2002, Pasal 81 ayat (1), (2), dan (3) tentang Perlindungan Anak karena korban rata-rata berusia 16-17 tahun. Serta Pasal 66 KUHP yang mengatakan bahwa pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif. 

Hukuman mati di Indonesia sendiri disebutkan dalam Pasal 10 KUHP yang menggolongkan pidana mati sebagai jenis pidana pokok bersama pidana penjara, kurungan, denda, dan tutupan. 

Mengutip perkataan Asep N. Mulyana, apa yang dilakukan oleh Herry Wirawan termasuk kategori Kejahatan Sangat Serius. Sebab dampak perbuatannya bukan cuma fisik, tapi juga psikis yang mencoreng harga diri korban. 

“Apa yang dilakukan Herry ini juga termasuk kejahatan sistemik atau crime by design dengan dia mengumpulkan anak-anak, menggunakan simbol-simbol agama dan menyalahgunakannya, untuk kemudian membuat rencana kejinya bisa berjalan,” jelas Asep. 

Selain dituntut hukuman mati, Herry juga dituntut untuk dikebiri kimia, denda sebesar Rp500 juta, dimiskinkan, dan disebarkan identitasnya. 

Tuntutan ini masih menunggu putusan hakim. Sampai sekarang, kita juga masih nunggu keputusan akhir kasus ini. 

Yang jelas, pidana mati di Indonesia memang selalu menimbulkan perdebatan yang tiada henti. Dari kacamata hukum, memang ada landasan hukumnya. Tapi dari perspektif HAM, jelas melanggar. 

Kalo menurut lo gimana, Civs? Apakah hukuman mati setimpal untuk dituntutkan kepada Herry? Coba pada diskusi juga di bawah. (*/Photo credit: Mathew MacQuarrie via Unsplash.com)

BACA JUGA: RESTORATIVE JUSTICE: KEADILAN HUKUM BAGI SI PENCURI AYAM

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Bercita-cita menjadi seperti Najwa Shihab. Member of The Archipelago Singers.