Anak-anak muda Semarang bergerak bersama dalam sebuah usaha menjaga orisinalitas dalam Sunday’s Downtown Market.
FROYONION.COM — Bicara soal seni, kita tak melulu berdiskusi soal pertunjukan atau pameran. Ada juga kegiatan-kegiatan penunjang seni seperti bazar contohnya. Dengan bazar, para seniman memang tak berbicara melalui medium karya seni secara langsung, tetapi melalui gaya hidup.
Inilah yang coba diusung dalam acara Sunday’s Downtown Market (selanjutnya disingkat SDM) yang diinisiasi Dipojournal di Kawasan Pleburan, Semarang. Lokasi tepatnya di salah satu coffeeshop kawasan kampus Pascasarjana UNDIP, yakni Laiv Coffee Pleburan. Di sini kamu bisa temukan sebuah bazar bernuansa estetik.
Diadakan di Minggu malam tanggal 17 September 2023, SDM mengajak masyarakat umum, terutama kalangan muda, untuk bersantai sambil menyeruput kopi dan menikmati cuaca sore kota lumpia. Bazar ini sekaligus sebuah ajang melepaskan kepenatan sebelum hari Senin yang sibuk.
BACA JUGA: SIBERKREASI SURABAYA: BENTUK DUKUNGAN BAGI PARA KREATOR KONTEN KOTA PAHLAWAN
SDM memiliki 3 kategori yakni musik, fashion, dan art. Terdapat 6 tenants yang hadir dalam event ini untuk menunjukkan koleksi mereka. Keenam tenant tersebut mencakup ragam recordstore, thrift, preloved, merchandise band, dan temporary tattoo.
Seluruh tenant yang hadir adalah kumpulan jenama lokal yang bergerak di komunitas seperti Petapita Music Store, Preloved by Horny Cupcakes, Wicca.Lair, Beste, Polpit, dan Inkme.lab.
Meskipun bentuk event ini berupa bazar yang sarat aktivitas jual beli, SDM tidak ingin cuma sekadar berjualan.
Jika diperhatikan lebih cermat, event ini dimaksudkan sebagai suatu wadah komunitas anak-anak muda.
Aktivitas jual beli pun berubah menjadi sesuatu yang lebih dekat dan erat. Kedekatan itu tampak dalam kegiatan transaksional yang dilakukan sembari bercengkerama, berkenalan, dan mengobrol bersama.
Dengan adanya kegiatan ini, sebuah pemasaran halus akan budaya interaksi sosial yang hangat pun terwujud. Hal ini terwujud dalam animo anak-anak muda yang datang sambil mengumpulkan teman-teman dari komunitas lokal untuk saling bertemu dan mengenal.
“Kami menyediakan segala penunjang hobi anak muda mulai dari apparel, aksesoris, footwear, hingga seni. Masing-masing tenant yang kita hadirkan punya keunikannya sendiri. Tiap tenant juga adalah pelaku komunitas,” papar Stanley, penanggung jawab event tersebut.
Petapita Music Store membawakan kurasi koleksi city pop Jepang, pop kreatif Indonesia, hingga musik alternatif lokal awal 2000-an sambil menampilkan live vinyl.
Krisna, pemilik clothing brand Horny Cupcakes, membawakan koleksi sneakers-nya dan juga beberapa karya sneakers custom karya ilustrator Semarang, yakni Sasongko Anis.
Wicca.Lair, sebagai pemilik usaha thrift dari vokalis Femm Chem, membawakan koleksi thrift dan pernak-pernik bernada feminin yang juga membawa koleksi preloved dari teman musisinya, Rrefal.
Beste, sebagai salah satu brand thrift store yang tak asing di mata generasi kekinian, datang bukan hanya membawa dagangan, tetapi juga memberikan kurasi terhadap beberapa jenis workwear, sportswear, dan reworked.
Polpit, salah satu ruang pameran yang diinisiasi anak-anak muda (sudah selayaknya kolektor) datang dengan koleksi merchandise band British hingga Amerika.
Terakhir, tetapi bukan benar-benar akhir, adalah Inkme.lab, yang memiliki fokus dalam bidang estetika tubuh. Mereka datang membawa sejumlah alat untuk memuaskan pelanggan yang menginginkan tubuhnya ditempeli temporary tattoo.
Berbagai komunitas dan jenama (brand) lokal yang datang dalam SDM ini bergerak dalam satu semboyan yang patut diapresiasi. Mereka membawa suara yang jelas-jelas menginginkan orisinalitas, sebuah UMKM yang mewujud seperti akar rumput. Kedatangan semua pegiat estetika itu sekaligus menjadi bentuk semangat anak-anak muda untuk memulai usaha.
Sebagaimana gerakan akar rumput yang biasa digalakkan oleh anak-anak muda yang menginginkan perubahan, SDM juga mencoba memantik semangat tersebut. Hal ini terlihat dari para pengunjung yang mendominasi di SDM adalah kalangan anak-anak muda yang sadar akan maraknya plagiarisme, penipuan, dan gerakan-gerakan pemalsuan lainnya.
Seperti yang pernah dilakukan dalam gerakan-gerakan besar anak muda di dunia, SDM hadir untuk kembali membangkitkan semangat tersebut. Pada masanya, musik jazz dan blues adalah sebuah gerakan politis yang dilakukan oleh para pemuda dalam menyuarakan haknya.
Hal yang sama pernah terjadi pada musik indie yang disuarakan oleh Efek Rumah Kaca pada masa awal debutnya. Kini, seperti ketiga jenis musik tersebut, SDM pun mencoba menanamkan semangat industri yang bersifat kritik dan estetik.
“Di sini kita juga ingin meningkatkan kesadaran anak muda akan barang original. Komitmen itu kami lakukan dengan sangat mengkurasi barang-barang dari tenant, nggak boleh ada yang fake. Kalau ketahuan ada barang fake, kami kasih konsekuensi denda Rp50 juta,” tutur Stanley.
Ungkapan Stanley di atas menunjukkan bahwa SDM adalah gerakan akar rumput yang mencoba meraih semangat global. Jika kita melihat bagaimana Nadin Amizah memulai debutnya, juga berbagai musisi indie lain dengan merchandise-nya, SDM pun ingin melakukan hal serupa. Berawal dari kesamaan visi dan perlahan menjelma sebagai sebuah gerakan yang lebih besar. Langkah kecil untuk menghargai sebuah karya estetik nantinya akan menjadi suara lantang betapa pentingnya menjaga orisinalitas.
Dengan semangat tersebut, SDM diharapkan dapat menjadi dorongan bagi para anak muda penggemar seni untuk lebih menghargai barang orisinil dalam bergaya. Tak berhenti pada satu hari di tanggal 17 September 2023 lalu saja, SDM rencananya akan menyapa kembali di Hari Minggu lainnya tak lama selang dari acara pertamanya. (*/)