Creative

NETFLIX-PEMERINTAH: DARI MUSUH, JADI TEMEN, TERUS ‘DEMEN’

Kayak hubungan protagonis cowok dan cewek di drama Korea, hubungan Netflix sama pemerintah Indonesia juga punya lika-liku tersendiri yang kalau diingat jadi bikin senyum-senyum sendiri. Semula musuhan, kini Netflix nggak segan merogoh kocek dalem-dalem buat industri perfilman Indonesia.

title

FROYONION.COM - Buat kamu yang sering nonton drama Korea, rasanya udah nggak aneh nemuin karakter utama cowok dan cewek yang awalnya kayak musuh bebuyutan lalu lama-kelamaan kok jadi pelan-pelan luluh, deket dan eh, akhirnya pacaran. Klise banget nggak sih?

Tapi itulah yang juga kita temukan dalam kehidupan nyata. Nggak cuma di hubungan antaranak muda tapi juga badan usaha dan negara. Lihat aja hubungan Netflix dan pemerintah kita. Semula Netflix dianaktirikan lho lalu pelan-pelan ia diterima dan sekarang hubungannya udah mesra banget.

Kabar terbaru sebagaimana dilansir dari antaranews.com, layanan streaming konten digital populer dari AS itu berencana akan segera menggelontorkan US$500.000 untuk Indonesia. Kalau dirupiahkan dana bantuan Netflix itu setara dengan Rp7,1 miliar. Angka ini cuma secuil dari dana bantuan global (Global Hardship Fund) senilai total US$ 150 juta yang dikucurkan Netflix bagi banyak komunitas kreatif global terutama perfilman internasional yang terpukul akibat pandemi. 

Di Indonesia, dana bantuan sebesar ini akan disalurkan pada para pekerja film dan televisi di tanah air yang konon terkena dampak pandemi yang menggerus mata pencaharian mereka. Dana ini diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai bantuan jangka pendek (membantu pemenuhan kebutuhan dasar para pekerja perfilman Indonesia). Sementara itu, Badan Perfilman Indonesia (BPI) diberitakan menjadi institusi yang digandeng untuk penyalurannya.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf RI) Sandiaga Uno Kamis lalu (16/9) menyatakan apresiasinya yang mendalam pada perusahaan AS dan BPI yang sudah memungkinkan penyaluran dana ini terjadi. Dengan ini, para pekerja film akan bisa kembali berkarya dan menggerakkan roda perekonomian bangsa.

Chand Parwez Servia selaku Ketum BPI juga menghargai pemberian dana bantuan ini. Ia mengatakan akan mengutamakan para pekerja film yang terkena dampak pandemi paling parah dan sudah sangat membutuhkan bantuan. Apalagi kita yang di Indonesia ini masih terus menghadapi pandemi sembari menunggu tuntasnya program vaksinasi di seluruh pelosok negeri. Bantuan akan diberikan dengan melibatkan 18 asosiasi profesi perfilman agar dana tadi bisa disalurkan ke pekerja film yang benar-benar membutuhkannya.

Pemerintah kita memang sedang menggalakkan pemulihan industri kreatif yang sempat kolaps pada 2020. Kemenparekraf merencanakan akan membangkitkan kembali industri perfilman dalam negeri kita dengan 3 skema utama: Skema Promosi Film Indonesia, Skema Produksi Film Indonesia dan Skema Pembelian Lisensi Film Indonesia.

Jika kita flashback ke tahun 2016, tentu kita nggak terpikir ini bakal terjadi. Karena di Januari tahun itu,  Netflix yang baru memasuki Indonesia harus ‘gigit jari’ karena layanan mereka nggak bisa diakses orang Indonesia. Sebabnya Grup Telkom yang notabene menaungi layanan internet IndiHome, Telkomsel dan WiFi.id di sini memblokirnya. Ini patut dipahami karena sebelumnya Telkom punya kerjasama dengan layanan streaming serupa dari Malaysia, iFlix, yang diluncurkan ke publik April 2016. Tapi pemerintah berkilah saat itu bahwa alasan pemblokiran Netflix lebih kepada izin operasional dan konten yang tidak tersaring.

Tapi anehnya langkah Telkom itu tak didukung Menkominfo Rudiantara. Ia berkata kebijakan Telkom itu bukan sikap pemerintah tapi cuma keputusan korporasi tadi meski statusnya adalah BUMN alias Badan Usaha Milik Negara. Karena buktinya operator selain Telkom nggak alergi sama Netflix. Jadi kedengaran kurang kompak ya?

Pemerintah sadar bahwa pasar Indonesia adalah sasaran empuk Netflix. Jika Netflix laris manis di Indonesia, tak mustahil valuasinya bakal melambung sampai 130 miliar dollar di tahun 2025 nanti seperti yang diramalkan Google, Temasek dan Bain & Company.

Dan jika Netflix sukses, apa dong timbal baliknya buat negara kita? Karena itulah, pemerintah merancang sebuah rencana agar Netflix membayar pajak ke negara. Ditetapkan bahwa perusahaan asing yang penjualan produk dan layanan digital lebih dari Rp600 juta per tahun di pasar Indonesia atau memiliki traffic lebih dari 12 ribu pengguna diwajibkan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN/ VAT) sebesar 10%. Dan ini menjadi sumber pemasukan negara yang menggiurkan untuk pemerintah.

Pada bulan Januari 2020 Netflix memasuki era baru dengan meneken kerjasama senilai US$1 juta dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk sejumlah program pelatihan. Hal ini bisa terjadi sebagian diduga karena Kemendikbud dipimpin Nadiem Makarim yang dikenal sebagai entrepreneur digital yang inovatif sebelum menjadi pejabat publik. Ia sadar dengan kerugian yang bakal dialami Indonesia kalau nggak merangkul Netflix dan menyadari potensi kerjasama dengan Netflix bisa mengalahkan risikonya asal kita bisa menjadi mitra yang setara. Diluncurkanlah sejumlah workshop penulis naskah film dan kompetisi film pendek oleh Kemendikbud dan Netflix, di samping inisiatif lainnya. Netflix terus meyakinkan pemerintah bahwa pihaknya bakal terus melibatkan secara aktif para pelaku industri film lokal dan para pembuat kebijakan sehingga mereka lebih piawai dalam menciptakan konten digital berkualitas. Dan ini membuat kelompok penonton millennial lumayan bersimpati pada pemerintah.

Lalu Maret di tahun yang sama menjadi saksi bagaimana Netflix setuju dengan pemerintah RI untuk menaati aturan pajak digital yang berlaku. Dengan demikian, layanan streaming ini akan membayarkan PPN secara teratur pada negara. 

Salah satu perwujudan kerjasama dengan pemerintah RI ialah diproduksinya serangkaian dokumenter untuk disiarkan di TVRI, stasiun televisi nasional kita yang harus diakui terseok-seok di tengah perkembangan industri konten global yang makin ganas. Dokumenter yang dihasilkan bertujuan untuk memudahkan proses belajar di rumah selama masa pandemi.

Pandemi mencekik mulai Maret 2020 dan pemasukan negara dari sektor film anjlok juga. Akhir bulan itu juga pemerintah langsung ’tancap gas’, nggak mau kehilangan kesempatan dengan memberlakukan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi layanan-layanan streaming musik dan video, termasuk Netflix. Menteri Keuangan Sri Mulyani memang sempat menekankan pemerintah bakal lebih gencar memajaki layanan-layanan digital ini karena pemasukan negara surut drastis begitu pandemi menerjang.

Pemerintah Paman Sam sempat mencak-mencak dan hendak menuduh Indonesia telah memperlakukan Netflix, yang adalah perusahaan AS, dengan tidak adil. Tapi Netflix sendiri menyatakan komitmennya untuk mematuhi aturan perpajakan di negara manapun ia beroperasi termasuk Indonesia.

Lalu Juni 2020 menjadi tonggak bersejarah karena layanan Netflix secara nasional sudah bisa dinikmati dengan dihapuskannya larangan akses oleh pihak Telkom yang sudah terjadi selama 5 tahun sebelumnya. Sebagian masyarakat yang menyukai layanan Netflix pun girang. Pemerintah beralasan Netflix sudah bisa melayani pasar Indonesia karena kontennya yang dianggap berbau pornografi dan terorisme sudah tak bisa diakses pelanggan Indonesia. 

Namun, lembaga INDEF menganggap itu murni keputusan bisnis. Sebelumnya Telkom memang menganakemaskan layanan OTT selain Netflix yang sudah bekerjasama dengan pihak mereka tapi begitu pandemi datang, jumlah pelanggan Netflix melejit jauh melebihi pertambahan jumlah pelanggan layanan lainnya. Telkom tentu nggak mau melewatkan kesempatan bisnis ini.

Bulan Agustus tahun lalu Netflix pun mulai memberlakukan kenaikan tarif langganannya karena sudah diharuskan pemerintah membayar PPN 10% tadi. Layanan ini bisa dinikmati lebih mahal dari layanan serupa dari Indonesia semacam Vidio dan GoPlay milik GoJek. Paket langganan termurahnya saja Rp54.000.

Dan seperti drama Korea, kita nggak tahu konflik apa yang bakal terjadi di depan. Apakah kemesraan ini akan cepat berlalu? Tapi semoga tidak. Sebagaimana yang dilantunkan Rafika Duri dalam lagu legendarisnya itu: “Kemesraan ini...janganlah cepat berlaluhh….” (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Akhlis

Editor in-chief website yang lagi lo baca