Kreatif

MENYUSURI PAMERAN SENI KONTEMPORER ARTINA#2 MATRAJIVA

Kini pameran seni kontemporer, Artina hadir kembali dengan mengusung konsep matrajiva, yang terinspirasi dari budaya dan seni nusantara yang sarat akan unsur spiritual.

title

FROYONION.COM - Setelah sukses dengan Artina Sarinah jilid 1 yang mengusung tema wastu, kini pameran seni kontemporer Artina hadir kembali di Gedung Sarinah lantai 6 yang berlangsung mulai dari tanggal 4 Maret hingga 31 Mei mendatang dengan mengusung tema Matrajiva, yang terinspirasi dari budaya nusantara yang sarat akan nilai religiusitas.

Artina sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yakni art (seni) dan ina (Indonesia) yang berupaya untuk menelisik lebih jauh dan berusaha menampilkan kembali keragaman khazanah penciptaan yang berbasiskan pada seni dan budaya di indonesia. Sedangkan konsep matrajiva sendiri merupakan salah satu upaya untuk menggali dan memetakan kembali aspek sektrum spiritual dalam praktik kesenian yang berada di indonesia. Dimana aspek spiritual dimaknai sebagai upaya dari individu maupun kelompok untuk mencari makna dari kehidupan dengan membangun hubungan dengan kekuatan yang lebih besar lagi.

DIMERIAHKAN OLEH 22 SENIMAN DAN MULTIDISIPLINER

Pada pameran yang bertajuk matrajiva kali ini diikuti oleh 22 seniman baik itu bersifat individual maupun kolektif, di antaranya adalah maestro fine art  Abdul Djalil Pirous dengan karya  Dia yang Menyentuh Langit dan Dia yang Menyentuh Bumi, I Nyoman Nuarta melalui karya beliau yang berjudul Legenda Borobudur, I Made Somadita melalui 3 karyanya yang bertajuk Kamu adalah Aku

Selain itu, dalam pameran kali ini tidak hanya diperuntukkan karya seni lukis saja, melainkan juga multidisipliner. Hal ini dapat terlihat dari beberapa banyaknya karya seni yang turut meramaikan, seperti halnya Legenda Borobudur karya Nyoman Nuarta, Animasi Wayang Lostang karya Samuel Indratma, Biru X Viro karya Rubi Roeslan, dan masih banyak lagi karya menarik lainnya.

KAMU ADALAH AKU YANG BEGITU MENAWAN

Salah satu karya I Made Somadita yang turut dipamerkan. (Foto: Dok. pribadi penulis)
Salah satu karya I Made Somadita yang turut dipamerkan. (Foto: Dok. pribadi penulis)

Dari sekian banyak karya yang ada di pameran ini, salah satu karya yang cukup menarik adalah Kamu Adalah Aku karya dari I Made Somadita yang termanifestasi dalam 3 karyanya. Dalam ketiga karyanya tersebut I Made Somadita berupaya untuk mencari gambaran dari roh yang terwujudkan melalui energi yang tidak hanya mampu menggerakkan, tapi juga mampu menciptakan koneksi antara manusia, alam semesta, serta makhluk hidup lainnya. Melalui karya ini pula ia percaya bahwasanya keberadaan dan kuasa dari roh mampu melampaui pengetahuan dan kultur yang bersifat lokal. Dimana menurut beliau roh tidak dapat dibatasi oleh pemahaman masyarakat atau kepercayaan tertentu.

Dalam upayanya mencari keseimbangan, Somadita menggambarkan sesosok manusia yang berupaya menyeimbangkan berbagai energi dalam dirinya. Dimana pada dasarnya energi tersebutlah yang menghubungkan manusia yang satu dengan yang lainnya seperti yang ia gambarkan melalui salah satu lukisannya, yaitu Interconnection. Sehingga, melalui Kamu Adalah Aku pula ia menawarkan suatu konsep mengenai pemahaman dimana keterkaitan antar energi (dalam hal ini roh) akan meleburkan individu sebagai seorang manusia yang menyatu dan menjadi bagian dari alam semesta beserta seluruh isinya.

LEGENDA BOROBUDUR YANG AGUNG

Legenda Borobudur. (Foto: Dok. pribadi penulis)
Legenda Borobudur. (Foto: Dok. pribadi penulis)

Tak hanya karya seni lukis, pada pameran kali ini juga menyajikan beberapa karya yang berasal dari aliran lain, salah satunya adalah Legenda Borobudur karya pemahat kenamaan Nyoman Nuarta yang sekaligus terpanjang di dekat pintu masuk pameran.

Dapat dikatakan kalau karya ini merupakan salah satu karya yang bersejarah, hal ini dikarenakan karya ini sekaligus mengawali pembuatan seri patung Nyoman Nuarta yang bertemakan Borobudur. Dimana menurut Nyoman Nuarta Borobudur merupakan salah satu bukti yang bersejarah, dimana keseimbangan jasmani dan rohani berada dalam satu tempat dan mampu mencapai keseimbangan.

Dalam karyanya tersebut, Nuarta menghadirkan bangunan candi yang melayang, sebagai penganalogian dari daya dan upaya manusia dalam perjalanannya untuk mencapai kesadaran baru, dimana mereka harus melewati dimensi spiritual yang lebih tinggi. Sedangkan sulur yang berada di bagian kaki mewakili hubungan tarik menarik antara kehidupan spiritual dengan kehidupan keseharian manusia.

ANIMASI WAYANG LOSTANG

Animasi Wayang Lostang karya Samuel Indratma. (Foto: Dok. pribadi penulis)
Animasi Wayang Lostang karya Samuel Indratma. (Foto: Dok. pribadi penulis)

Dalam pameran kali ini juga menyajikan karya digital yang berupa animasi wayang lostang karya Samuel Indratma. Lostang sendiri berasal dari Bahasa Jawa, yakni “los stang” yang berarti “lepas stang”, yang sekaligus menjadi bentuk ungkapan paripurna atas suatu situasi, dimana seseorang dapat mengendalikan sesuatu tanpa harus mengontrolnya secara langsung.

Dalam animasi tersebut mengisahkan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang menyusuri suriil (gua), hutan, gunung, dan laut yang kemudian ia dipertemukan dengan para makhluk imajiner. Memang betul bahwasanya Samuel dalam karyanya ini mengadopsi dari visual pada wayang kulit, tapi dalam animasi ini ia sengaja menghilangkan narasi dari dalang dengan hanya menampilkan video yang diiringi musik dengan tujuan agar para pemirsanya dapat menafsirkan sendiri mengenai perjalanan yang ditempuh sang tokoh utama yang akhirnya ia mampu berada di puncak gunung.

Selain beberapa karya seni yang telah saya sebutkan tadi, sebenarnya masih banyak lagi karya seni lain yang menarik untuk kalian amati lebih jauh lagi. So, tunggu apa lagi, jika kalian penasaran kalian dapat mengunjunginya ya temen-temen selagi mengisi waktu akhir pekan kalian, dan kalian bisa mendapatkan tiketnya melalui loket.com ya temen-temen. Bye dan sampai ketemu lagi ya :) 

(*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Naam Amta Muh Shinin

Coder, writer, and Pengagum Amartya Sen