Esensi

NIKMATNYA BURJO DI SOLO, PENJUAL MAYORITAS ORANG SUNDA TAPI LANGKA DI TANAH SUNDA

Buat anak kost, anak rantau, pelajar, dan sejenisnya yang tinggal di daerah Solo atau Jogja nama Burjo atau Warmindo pasti udah nggak asing, ada keunikan sendiri di Burjo ini tentang penjualnya yang kebanyakan dari Sunda tapi justru susah nyari Burjo di Tanah Sunda.

title

FROYONION.COM - Kota Solo, kota yang terkenal dengan wisata kulinernya menawarkan segudang kuliner yang harganya masih terjangkau dan relatif murah buat ukuran kantong mahasiswa, salah satunya adalah Burjo. Pengen cari kuliner apapun nonstop selama 24 jam ada di Kota Solo, dari subuh sampai subuh lagi dijamin nggak bakal kelaparan selama lo mau gerak. 

Selain terkenal akan budaya batiknya, Solo juga terkenal punya kuliner yang banyak banget macemnya. Cari makanan ringan ada, makanan berat banyak, jajanan pasar banyak banget, makanan tradisional apalagi, yakin nggak bakal cukup seharian wisata kuliner di Kota Solo.

Banyak wisatawan yang datang nggak cuma pengen cari tahu tentang sejarah dan budaya di Kota Solo, tapi penasaran juga dengan wisata kuliner Kota Solo. Selain dijadikan pilihan sebagai tempat wisata, Kota Solo juga dijadikan destinasi para pelajar dari berbagai daerah buat ngelanjutin studinya di bangku perkuliahan. Alasan yang sering gue temukan adalah karena adanya universitas-universitas terkemuka yang kualitasnya bagus dan biaya hidupnya relatif murah.

Selama jadi warga pribumi Kota Solo, gue juga merasakan enaknya hidup di Kota Solo. Harga-harga buat kebutuhan sehari-hari cenderung masih murah, warganya masih kental dengan gotong royong, kehangatan dan keramahan warganya jempol menurut gue, banyak hiburan dan tempat-tempat buat nongkrong dengan budget seadanya juga masih banyak. Salah satu tempat favorit semasa gue kuliah yang fungsinya serbaguna tak lain dan tak bukan adalah Burjo atau Warmindo.

Burjo merupakan kepanjangan dari bubur kacang ijo atau sebutan lainnya Warmindo, warung makan Indomie. Warung makan sederhana yang menawarkan menu-menu rumahan dengan harga anak kost dan ramah di kantong mahasiswa. Banyak olahan makanan yang ditawarkan di Burjo ini, tapi jika dilihat dari namanya memang menu ikoniknya adalah bubur kacang hijau. Keunikan tersendiri dari Burjo ini adalah hampir semua tukang masaknya orang Sunda.

KESERUAN DI BURJO

Nah, ngomong-ngomong terkait perkembangan Burjo sendiri di Kota Solo, di tahun 2022 sangat pesat. Terbukti dengan menjamurnya Burjo di Kota Solo, terutama di lingkungan sekitar kampus. 

Mulai dari Burjo sederhana yang memang buat makan dan nongkrong ala kadarnya, sekarang ada Burjo yang dikemas dengan mewah seperti kafe-kafe zaman sekarang. Kalau dari segi harga memang berbeda, lebih mahal yang dikemas secara mewah pastinya karena modal yang diperlukan dan perawatan fasilitas-fasilitasnya lebih banyak.

Menurut gue sah-sah aja dan nggak kalah enaknya dengan yang sederhana, tapi gue merasakan perbedaan dalam esensinya. Gue pribadi lebih suka Burjo yang sederhana, selain harganya lebih murah buat kantong mahasiswa, suasana yang gue rasain juga beda. 

Suasana sederhana dengan lesehan di pinggir jalan, halaman rumah, atau toko yang udah tutup dilengkapi dengan segelas minuman murah meriah dan rokok, jadi modal buat ngobrol dari A-Z. Mulai dari masalah perkuliahan, kehidupan berorganisasi, kisah percintaan, main tebak-tebakan, sampai menggosip adalah hal yang sangat menyenangkan.

Bedanya dengan Burjo yang mewah adalah pas kita jajan di tempat itu, orang-orang yang datang juga beda. Kita harus lebih jaga image dan nggak bisa sebebas pas nongkrong di Burjo yang sederhana.

Dirty talk dan lontaran kata-kata kebun binatang pas bareng teman-teman satu tongkrongan rasanya lebih seru dan mengasyikkan. Pada dasarnya memang semua ada pangsa pasarnya tersendiri, semua orang dengan berbagai latar belakang bebas buat milih nongkrong di Burjo yang sederhana atau yang mewah.

Kelebihan di Burjo mewah adalah tempatnya mendukung banget buat duduk berjam-jam sambil nugas atau ngerjain kerjaan kantor. Burjo mewah memang didesain buat lebih mendukung hal semacam itu dan lebih memberikan kenyamanan pas nongkrong. Bukannya di Burjo yang sederhana nggak bisa, tapi lebih banyak gangguan hasil dari obrolan-obrolan seru pengunjungnya dan karena memang tempatnya sangat sederhana plus seadanya. 

BURJO DI TANAH SUNDA

Berbeda dengan perkembangan Burjo yang pesat di Kota Solo, di Tanah Sunda yang notabene juru masak Burjo kebanyakan orang Sunda justru langka ketemu dengan Burjo. Pas gue kerja di Karawang terus jalan-jalan ke daerah Purwakarta dan sempat berkunjung juga ke Bandung, Burjo langka buat ditemukan. 

Paling yang mirip adalah warung kopi kaki lima atau warteg pinggir jalan. Pas gue coba dua tempat itu, hasilnya jauh berbeda dengan suasana Burjo sederhana di Kota Solo. Nggak ada yang berbentuk lesehan, terlebih lagi kadang nggak ada tempat tersisa buat nongkrong.

Suasana nongkrong di warung kopi kaki lima atau warteg beda banget menurut gue, justru gue ngerasa lagi makan di restoran karena semua ada kursi dan mejanya. Karena meja dan kursi terbatas juga, jadi harus saling toleransi pas udah selesai makan atau minum kopi. Harus gantian dengan yang baru datang, ngerasa nggak enak kalau kita yang menguasai satu tempat itu secara penuh dan lama.

Mungkin memang dari segi budaya udah berbeda, di Kota Solo lebih banyak orang yang milih menikmati suasana ngobrol yang khas ditemani minuman dan jajanan sambil lesehan di pinggir jalan. 

Makanya Burjo yang punya tempat lesehan besar juga lebih banyak diserbu pengunjung. Udah murah, lengkap, fasilitas WiFi ada, bebas ngobrol sana sini dengan teman satu geng, dan bisa lama tanpa harus ngerasa nggak enak dengan pengunjung lain karena tempat lesehannya juga luas. Asik banget pokoknya.

MENU MASAKAN BURJO

Tongkrongan yang asyik, dilengkapi dengan berbagai menu makanan sederhana tapi sedap, membuat Burjo banyak diserbu pengunjung. Biasanya jam rawan antri di Burjo itu pas makan siang dan malam hari. 

Pas jam makan siang banyak mahasiswa sampai pekerja kantoran menyerbu kenikmatan Burjo sederhana buat isi ulang energi, terus malamnya lebih banyak dipakai buat nongkrong sambil ngobrol sana sini.

Burjo banyak diserbu pengunjung karena banyaknya menu-menu sedap yang ditawarin. Meskipun menunya makanan rumahan tapi rasanya nggak ada duanya. Ada beberapa menu unggulan di Burjo seperti mie goreng, mie dokdok, mios (mie oseng), nasi sarden, dan pastinya magelangan (nasi goreng mawut). 

Biasanya menu favorit gue pribadi di Burjo adalah mie goreng dan magelangan. Entah kenapa mie goreng yang dimasak orang lain atau di Burjo lebih enak dibanding masakan gue sendiri, mungkin lo juga pernah ngerasa gini padahal sama-sama mie gorengnya, heran.

Harapan gue semoga Burjo tetap eksis di zaman sekarang sampai kedepan, jadi tempat makan sederhana yang bikin bahagia mahasiswa, anak kost, anak rantau, pelajar, dan pekerja dengan hal-hal sederhana dan menjaga kualitas masakan dengan keunikan tersendiri, yaitu juru masaknya mayoritas orang Sunda, keren. (*/)

BACA JUGA: PERJALANAN INDOMIE JADI JENAMA MIE INSTAN TERBAIK

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ade Bagus Mahendra

HR People Development. Anak rantau. Karyawan swasta yang suka baca dan nulis.