
Setelah kamu baca artikel ini, semoga kamu nggak kaget lagi saat tiba-tiba diberi wejangan oleh sejumlah mahasiswa senior. Bisa jadi mereka ini bagian dari ‘spesies’ khusus yang bernama ‘abang-abangan’.
FROYONION.COM - Kamu pasti pernah mendengar kalimat ini entah di Twitter atau TikTok: “Pemikiran gue ya, lu punya duit, lu punya kuasa. Tapi, buat gue nggak. Ibaratnya gue nggak bermateri lawan orang yang bermateri. Bisa jadi gue menang soal pemikiran. Udah tenang lu enggak usah mikirin cuan sama gua. Ta*, lu ngeremehin gua.”
Buat kamu yang pernah mendengar tapi belum tahu asal mulanya kalimat viral ini, begini semua ini bermula. Fenomena abang-abangan ini menyeruak saat sebuah episode podcast yang tayang di akun YouTube SEADANYA yang berjudul “ Tentang Manusia dan Akalnya “ bersama Bayem Sore diunggah dan mendapatkan banyak respon.
Obrolan yang katanya membahas soal manusia-manusia beserta akalnya yang menurut mereka tidak masuk akal. Namun, ketika menonton video tersebut sampai selesai, obrolan mereka memang rasanya tidak masuk akal, susah dipahami oleh orang di luar circle mereka.
Episode podcast satu ini pun menjadi begitu viral dan bahkan menjadi salah satu trending topics di Twitter dan banyak dijadikan parodi di TikTok karena kalimatnya yang menggelitik.
Podcast yang sudah ditonton 369 ribu kali tersebut pun menjadi ‘sasaran empuk’ netizen. Mereka beramai-ramai berkomentar dengan nada mengkritik si narasumber yang diduga keras adalah jenis abang–abangan kampus yang berbicara layaknya filsuf kepada para maba dan adik-adik tingkatnya.
“Abang–abangan” adalah sebuah istilah khusus untuk menyebut sekumpulan mahasiswa dengan menggambarkan senioritas di tongkrongan, yang menganut gerakan atau ideologi tertentu.
Abang–abangan ini biasanya menganut ideologi kiri. Mungkin kamu bertanya, “Apa sih ideologi kiri itu?” Maksud dari istilah “ideologi kiri” menurut Wikipedia adalah ideologi yang identik dengan nilai-nilai kebebasan, persamaan derajat, solidaritas, pembelaan hak-hak, perjuangan sosial, reformasi dan internasionalisme.
Ideologi kiri ini erat kaitannya dengan paham komunisme, sosialisme, marxisme dan sebagainya. Ideologi satu ini sangat bertentangan dengan ideologi kanan yang menjunjung konservatisme, liberalisme klasik, nasionalisme dan sebagainya.
Kalau kamu jeli memperhatikan, mereka yang termasuk kelompok abang–abangan kiri kampus ini sering memberikan wejangan atau nasihat untuk berani melawan ‘sistem’ atau status quo yang ada di tengah masyarakat, negara, atau bangsa dan mengajak adik-adik tingkatnya untuk tidak takut dalam memiliki prinsip yang berbeda dari pemegang kekuasaan (baca: pemerintah/ otoritas). Sering kali yang menjadi sasaran empuk abang–abangan kiri kampus adalah para mahasiswa baru karena mereka lebih naif dan ‘polos’ sehingga lebih mudah saat dicekoki dengan pemikiran kiri.
Abang–abangan kiri kampus ini sering berorasi dan berdemonstrasi/ unjuk rasa untuk menuntut keadilan demi rakyat/ masyarakat ‘akar rumput’ (grassroot). Padahal sebenarnya banyak yang di antara mereka yang tidak mengetahui alasan mereka demo. Mungkin saja untuk menambah portofolio agar nantinya bisa mendaftar sebagai anggota legislatif (ups!).
Abang–abangan kampus ini tidak jarang dijadikan panutan banyak mahasiswa baru berkat kemampuan mereka berbicara dengan begitu meyakinkan dengan dasar argumen pemikiran kiri yang membuat mereka terkesan sangat berani dan pantang menyerah melawan ‘sistem’.
Kalau kamu perhatikan lagi, mereka ini juga acapkali berdebat dengan siapapun yang berseberangan dengan idealisme mereka. Biasanya abang–abangan kiri kampus ini bagian dari anggota himpunan mahasiswa atau mahasiswa pecinta alam. Abang–abangan kampus ini sering terlihat menghabiskan banyak waktu untuk nongkrong di sekitar lingkungan kampus dari pagi sampai sore bahkan tengah malam. Biasanya mereka menginap di kantor sekretariat organisasi kemahasiswaan tapi meski banyak menghabiskan waktu di kampus, anehnya mereka ini sering bolos kuliah.
Abang–abangan kiri kampus ini juga sering ‘tertangkap basah’ terlibat dalam kerumunan atau massa yang berunjuk rasa. Mereka mudah ditemukan sedang berdiri sambil berorasi di aktivitas Orientasi Mahasiswa Baru. Saking piawainya berbicara, tidak jarang banyak maba yang terhipnotis dengan cara bicaranya itu. Sebutan “abangku” dan “abangda” kerap dipakai anak maba untuk menyapa abang–abangan kampus pemikiran kiri ini.
Belum lagi, ada banyak stereotip abang–abangan kiri kampus ini yang cukup menarik untuk dibahas. Salah satunya mereka ini selalu diidentikkan dengan “anak senja” atau “anak indie”. Menurut Wira Nagara, rukun anak indie ada 5, yakni senja, kopi, puisi, begadang dan naik gunung bila mampu. Seluruh rukun indie ini sangat sesuai dengan potret khas abang–abangan kiri kampus yang lazimnya memiliki rambut gondrong.
Starter pack fashion abang–abangan kampus juga jadi sorotan dan topik perbincangan. Abang–abangan kiri kampus jika kita amati lebih cermat cenderung menyukai kemeja-kemeja berbahan flanel dengan dalaman kaos, totebag dan tidak lupa dengan gelang kayu yang menghiasi lingkar tangannya.
Obrolan abang–abangan kampus berpemikiran kiri ini sering dianggap sebagai obrolan ‘daging’ dan dipuja bagai seorang filsuf yang setara dengan Karl Marx oleh para adik tingkatnya. Obrolan ‘daging’ adalah istilah khas anak kampus untuk menggambarkan sebuah obrolan atau perbincangan yang cenderung ‘berat’ dan dianggap berbobot. Istilah ini sering terdengar terutama di circle tongkrongan cowok–cowok.
Di Twitter, banyak yang menyebut abang–abangan kampus ini sebagai “donatur kampus” karena kebanyakan dari mereka tidak lulus tepat waktu dan sibuk menjadi panitia ospek dan berorasi demi mendapatkan perhatian adik-adik maba. Padahal kalau ditanya soal skripsi apalagi kapan wisuda, mereka biasanya bingung menjawabnya.
Ada juga sebagian mahasiswa senior yang ingin dianggap masuk kriteria abang-abangan kiri ini dengan mengandalkan gaya fashion. Pakaian-pakaian yang mereka pilih untuk menyiratkan aura abang-abangan biasanya berupa celana bolong–bolong, kemeja berbahan flannel yang sudah dipakai 2 hari dan belum juga diganti, dan koleksi tote bag dengan desain quote ala filsuf.
Semua item fashion itu dianggap sebagai sebuah cerminan pemahaman kiri, yang mengundang komentar “kelas” dari orang sekitar mereka. Banyak juga yang beranggapan dengan mengenakan starter pack abang–abangan dengan pemikiran ber-’kelas’ tersebut, maka secara otomatis pembebasan itu sudah tercapai.
Namun, tidak semua abang–abangan berideologi kiri itu seperti stereotip yang dikemukakan di atas. Ada juga para abang–abangan kampus yang lulus tepat waktu dan bisa mengatur waktu dengan baik antara organisasi dan belajar di kampus.
Menurut penulis sendiri, sebetulnya sah–sah saja untuk berideologi kiri tapi jangan lupakan tujuan kuliah sebenarnya. Jangan buat orang tua sedih dengan bolos saat ada kuliah di kelas. Jangan lupakan tanggung jawab sebagai mahasiswa.
Bagaimana denganmu sendiri? Apakah pernah menemui abang-abangan jenis ini di kampus? Atau malah kamu salah satu di antaranya? (*/) (Photo credit: christian buehner)