Esensi

KENAPA MASUK KAMPUS TOP NGGAK JAMIN MASA DEPAN LO CERAH

Civs, lo pernah nggak kepikiran atau punya keinginan buat masuk ke kampus terbaik di dunia? Kalau ada keinginan itu, biasanya rujukan lo buat tau daftar-daftar kampus paling the best itu darimana sih? By the way, nggak selamanya kok masuk kampus top itu jalan yang terbaik buat lo, lho!

title

FROYONION.COM - Times Higher Education (THE) baru merilis daftar universitas terbaik di dunia untuk periode tahun 2023 mendatang. Total ada 1.799 kampus dari 104 negara dan wilayah yang dinilai oleh mereka. 

Buat lo ketahui nih Civs, penilaian yang dilakukan sama THE merujuk pada kinerja di empat bidang, yakni pengajaran, penelitian, transfer pengetahuan dan wawasan. 

Seperti biasa, University of Oxford di Inggris menempati peringkat pertama untuk ketujuh kalinya secara berturut-turut. Kemudian diikuti Harvard University di Amerika Serikat pada peringkat dua, dan University of Cambridge di Inggris pada peringkat ketiga. 

Di Asia sendiri, total hanya ada tujuh universitas yang masuk dalam 50 besar. Kampus-kampus itu adalah: Tsinghua University (China) di peringkat 16, Peking University (China) di peringkat 17, National University of Singapore di peringkat 19. 

Kemudian, University of Hong Kong di peringkat 31, Nanyang Technological University (Singapore) di peringkat 36, University of Tokyo (Jepang) di peringkat 39, dan Chinese University of Hong Kong di peringkat 45. Sayangnya, nggak ada kampus di Indonesia yang masuk di peringkat 50 besar itu. 

Kalau penasaran, lo bisa cek daftar kampus itu di tautan ini

Buat beberapa orang mungkin masuk kampus terbaik itu jadi suatu harga mati yang bakal diperjuangin setelah masa putih abu-abu berakhir. Tapi, lo yakin nggak kalau pemberian ranking untuk kampus terbaik itu benar-benar jadi rekomendasi yang tepat buat lo? 

Sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal BMC Medicine secara gamblang mengatakan bahwa metode ranking atau memberikan peringkat pada universitas di dunia seringkali menyesatkan

Dalam studi itu, peneliti menyoroti ketidakakuratan indikator dan metodologi yang dilakukan sehingga pemberian peringkat jadi nggak valid. 

Contohnya, dia mengacu pada hasil peringkat yang dijabarkan oleh THE dan Shanghai Jiao Tong University. Rekomendasi dari kedua lembaga itu ternyata saling bertentangan. Misalnya, 4 kampus yang masuk dalam 50 besar daftar versi Shanghai Jiao Tong University tidak muncul di antara 500 universitas pertama dari peringkat THE. 

Salah satu indikator sistem penilaian Shanghai Jiao Tong University yang dicap buruk oleh penelitian itu adalah pengukuran keunggulan lewat jumlah penelitian yang mendapat nobel, ataupun alumni yang berprestasi. 

Sementara, pemberian peringkat oleh THE sangat merujuk pada hasil survei yang disebar ke lebih dari 190 ribu peneliti. Dalam hal ini, mereka harus membuat daftar 30 universitas terbaik di bidang mereka masing-masing.

Metode penilaian itu dianggap bias karena sepenuhnya berbasis pada opini. 

"Saya tidak setuju jika keunggulan itu harus didefinisikan, diukur, ditafsirkan, dan ditingkatkan. Pemberian peringkat dengan kriteria saat ini dapat membahayakan ilmu dan pendidikan," kata John Loannidis sebagai pemimpin tim analisis, dilansir dari sciencedaily. 

Daripada hanya menunjukkan keunggulan, penelitian ini merekomendasikan agar dilakukan kolaborasi global sehingga dapat menstandarisasi aspek-aspek kunci bagi suatu universitas. 

Penelitian lain di Inggris yang dilakukan oleh Institute for Fiscal Sutdies mengungkapkan mendapat  nilai yang baik saat berkuliah (di Indonesia dikenal dengan IPK), lebih baik daripada lulus dari universitas bergengsi dengan nilai yang anjlok. 

Mendapatkan nilai yang bagus itu bergantung ke masing-masing individu yang belajar di universitas bukan karena penilaian lembaga pihak ketiga atas popularitas suatu kampus. 

Dalam studi itu disebutkan kalau mereka yang menyelesaikan program studi sebagai first-class atau upper second class (2.1) honours degrees (sistem penilaian di Inggris) lebih disukai perusahaan pencari kerja daripada mereka yang menyelesaikan pendidikan di universitas bergengsi tapi mendapat predikat lower second-class (2.2).

Jadi sebenarnya nggak diterima di universitas bergengsi itu bukan akhir dari dunia lo, Civs. Dari penelitian itu sebenarnya cukup tergambar kalau sistem pemberian ranking tidak sepenuhnya akurat.

Terbukti juga kan kalau universitas yang bergengsi itu nggak bisa menjamin keberhasilan seseorang. Banyak cara yang bisa lo lakuin buat tetap sukses meskipun kampus tempat lo belajar biasa-biasa aja dan nggak masuk ranking terbaik, misalnya: 

1. Terus Upgrade Value Diri

Mungkin bisa lo bayangin berapa banyak orang yang setiap tahunnya lulus jadi sarjana di masa sekarang? Artinya, saingan lo buat melangkap ke tahap selanjutnya itu banyak banget Civs.

Value diri jadi hal yang penting buat terus lo pegang dan kembangin sehingga bisa ada pembeda lo dengan sarjana-sarjana lain di luar sana. 

Nggak cuma buat ngelamar kerja, ketika misalnya lo berbisnis value itu juga harus tetap lo pegang apapun alasannya. Sehingga, bisnis lo itu bisa berkembang sesuai dengan apa yang lo rancang. 

2. Gali Pengalaman Sebanyak-banyaknya

Kalau lo ngerasa nggak kuliah di kampus bergengsi atau ngetop banget, jangan putus asa. Lo tetap bisa kok cari pengalaman di luar kampus itu buat terus ngembangin diri. 

Misalnya lo ikut organisasi atau komunitas yang membangun. Dari situ, lo bisa mulai perluas koneksi dan lingkungan pertemanan lo sehingga jadi lebih heterogen.

Dengan koneksi dan pengalaman lo yang makin banyak, percaya deh kehidupan lo nantinya bakal jadi lebih gampang. Banyak orang-orang di lingkungan lo yang bakal ngebantuin ketika lo susah. 

3. Terus Kembangin Skills

Balik lagi ke diri lo, jangan sampai ngerasa kalau nggak masuk di universitas bergengsi itu akhir dari dunia. Terus upgrade kemampuan/skill lo sehingga hal itu bisa membantu lo nantinya. 

Dengan punya hardskill dan softskill yang bagus, itu bisa jadi salah satu nilai jual yang lebih baik dibanding lulus dari kampus bergengsi. Intinya adalah jangan sampai lo berkecil hati dan membelenggu kemampuan lo.

Memang benar kalau lulus dari kampus ngetop di negeri ini kadang jadi keuntungan tersendiri nantinya. Tapi, nggak sedikit juga kok orang-orang yang malah kesulitan setelah kuliah di kampus terbaik itu. 

Nah, kalau lo Civs masih percaya banget nggak sama ranking universitas terbaik? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Michael Josua

Cuma mantan wartawan yang sekarang hijrah jadi pekerja kantoran, suka motret sama nulis. Udah itu aja, sih!