Lifestyle

TOMBOAN NGAWONGGO: CARA UNIK MENGENAL ADAT PERILAKU JAWA BAGI ANAK MUDA

Apa yang ada di benak kalian kalau mendengar kata budaya Jawa? Pasti terkesan kuno, lama dan sudah ditinggalkan. Tapi akhir-akhir ini sesuatu yang berbau tradisional vintage kembali digemari oleh anak muda, salah satunya adalah desa wisata Tomboan Ngawonggo.

title

FROYONION.COM - Mendengar kata tradisional sepertinya di benak anak muda kebanyakan adalah sesuatu yang nampak kuno, ketinggalan zaman, dan nggak asik. 

Tapi kalau kita melihat belakangan ini justru sesuatu yang tradisional dan mengangkat budaya sekitar memiliki nilai jual yang sangat tinggi dan menjadi daya tarik tersendiri bagi anak muda yang sudah bosan dengan hiruk pikuk perkotaan. 

Ingin sekadar menyendiri dan mencari sebuah ketenangan dari kesibukan yang melanda setiap hari.

Salah satu tempat yang bisa kalian kunjungi untuk menikmati sensasi dan suasana seperti itu adalah Tomboan Ngawonggo, sebuah tempat yang jauh dari keramaian kota, sangat asri dan tenang.

Berlokasi 20 km dari pusat kota Malang tepatnya di situs Partirtaan atau Pemandian Kuno Ngawonggo, Dusun Nanasan Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang Jawa timur.

Sebenarnya awalnya tempat ini hanyalah warung biasa untuk pengunjung situs tersebut. Namun, sekarang diolah oleh masyarakat setempat menjadi tempat yang sangat unik dan terkonsep. 

Untuk aksesnya pun cukup mudah dengan jalanan aspal yang bisa dilalui oleh mobil, dari parkiran ke tempat lokasinya hanya membutuhkan waktu 5 menit dengan jalan kaki.

Tanggal 18 Juli lalu, mas Zakki salah satu guide atau pengelola situs Tomboan Ngawonggo menceritakan bagaimana awal mula konsep Tomboan Ngawonggo.

“Tomboan sendiri diambil dari bahasa Jawa yang artinya tumbuhan, sedangkan Ngawonggo adalah nama daerah lokasi situs ini berada. Jadi lebih tepatnya Tomboan Ngawonggo merupakan situs prasejarah yang mengambil latar belakang dari kerajaan Singosari yang berada di kota Malang,” ungkapnya.

Uniknya nih Civs, ketika kalian mengunjungi Tomboan Ngawonggo kalian akan diperlakukan selayaknya tamu, dihormati disajikan makanan dan minuman khas tradisional Jawa. 

Mengambil dari kata Tomboan tadi sajian di sini tentu berbahan dasar tumbuhan hasil bumi yang ada di sekitar daerah Ngawonggo.

Konsep awal memang bukan sebuah tempat makan atau warung dalam istilah Jawa, memang awalnya ini adalah tempat situs peninggalan kerajaan Singosari dan banyak masyarakat serta mahasiswa datang untuk melakukan penelitian. 

Maka dari situlah kemudian dibangun tempat jamuan agar masyarakat dan pengunjung betah ketika berada di sini.

Aneka makanan yang disajikan di Tomboan Ngawonggo kepada pengunjung. (Sumber: dokumentasi penulis)
Aneka makanan yang disajikan di Tomboan Ngawonggo kepada pengunjung. (Sumber: dokumentasi penulis)

Sajian yang diberikan disini sangatlah khas tradisional Jawa banget Civs, jarang kita jumpai kalau berada di kota. 

Untuk cemilannya ada sate vegan yang berbahan dasar tahu dan olahan tepung, lalu getuk yang berbahan dasar singkong. 

Nasinya pun memakai nasi jagung, untuk minumannya ada wedang ngawonggo yang berbahan dasar jahe, sereh dan jeruk nipis dan juga wedang tomboan abang ijo dengan aroma secang, serta wedang rosella.  

Aneka minuman khas tradisional Jawa di Tomboan Ngawonggo yang sudah jarang dijumpai.  (Sumber: dokumentasi penulis)
Aneka minuman khas tradisional Jawa di Tomboan Ngawonggo yang sudah jarang dijumpai.  (Sumber: dokumentasi penulis)

“Alasan kenapa mengangkat konsep Jawa, karena di kota Malang sendiri terdapat kerajaan Singasari dan peninggalan situsnya di sini, makanya konsep Jawa diambil sebagai media untuk menggambarkan bahwa tempat ini sebagai situs kerajaan Jawa yang ada di Malang serta bisa melestarikan kearifan lokal dan mengenalkan budaya Jawa ke masyarakat modern,” ucap mas Zakki.

Seperti yang gue sebutin di awal bahwa tempat ini bukan tempat makan, cafe atau warung. Meskipun di sini lo bisa pesan makanan dan akan dijamu selayaknya tamu sejatinya di sini adalah situs purbakala dari kerajaan Singasari.

Sesuatu yang unik di sini ada yang namanya “Kasir Asih” tempat pihak Tomboan Ngawonggo menyiapkan kotak untuk menampung pembayaran seikhlasnya untuk sajian yang diberikan. Dari hasil “Kasir Asih” itu tentunya akan digunakan untuk mengelola lingkungan situs Ngawonggo.

Gue saranin kalau kalian ke sini Civs, sebaiknya reservasi terlebih dahulu karena tempatnya terbatas, buka mulai jam 09.00-20.00 (hari Kamis libur).

Dari pihak Tomboan Ngawonggo sendiri juga menyarankan seperti itu dengan catatan ketika reservasi bukan hanya untuk makan atau minum saja, tapi dengan tujuan penelitian, kunjungan situs, wisata desa Ngawonggo, edukasi, KKN atau pengabdian masyarakat. Sekali lagi gue tekankan Civs, pihak Tomboan Ngawonggo ini bukan jualan dan juga bukan warung atau cafe

Mas Zakki juga menerangkan “Semoga situs Ngawonggo ini banyak dikenal terutama dari kalangan anak muda serta masyarakat sekitar dan lebih peduli dengan budaya di daerahnya, juga tidak melupakan bahwasannya ada sejarah yang tertuang di daerah Ngawonggo yang perlu masyarakat luas mengetahuinya”.

Tomboan Ngawonggo juga bisa menjadi media untuk anak muda menemukan ide-ide kreatif karena suasananya yang sangat tenang dan nyaman. 

Tapi buat lo yang norak, suka coret-coret dinding situs purbakala serta ngomong sembarangan atau ngonten seenaknya tanpa izin, Sebaiknya disini kalian bisa lebih menjaga sopan santun dan tutur kata yang baik, Agar tempat ini masih terjaga keasrian dan kearifan lokalnya, dan budaya Jawa nya bisa tetap lestari serta tetap bisa dikenal oleh anak muda saat ini. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Muhamad Irfan Kusbiantoro

Warga sipil biasa yang kebetulan menjadi mahasiswa sastra arab tapi selalu merasa salah jurusan